JAKARTA - Pinjaman China untuk proyek-proyek pembangunan di dunia terbukti kontroversialChina pun menghadapi kritikan atas praktik pemberian pinjaman kepada negara-negara miskin yang sulit dibayar sehingga rentan terhadap tekanan Pemerintah Beijing.
Kritikan itupun ditepis China, yang justru menuduh sebagian kalangan di Barat mempromosikan narasi untuk merusak citranya.
"Tidak ada satu pun negara yang jatuh ke hal yang disebut 'perangkap utang' akibat meminjam dari China," kata China, dilansir dari BBC Indonesia, Jumat (7/1/2022).
Tentang Pinjaman China
China adalah salah satu negara kreditor tunggal terbesar di dunia. Pemberian utang China kepada negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah meningkat tiga kali lipat selama satu dekade terakhir. Totalnya mencapai USD170 miliar atau sekitar Rp2.446 triliun pada 2020.
Namun, komitmen utang China kemungkinan lebih besar dari jumlah itu. Riset yang diadakan AidData, lembaga pembangunan internasional di William & Mary University, Amerika Serikat menemukan bahwa 50% pinjaman China ke negara-negara berkembang tidak dicantumkan dalam statistik utang resmi.
Baca Juga:Â Awas! Intelijen Inggris Peringatkan 'Jebakan' Utang China
Pinjaman seringkali tidak dimasukkan ke dalam neraca keuangan pemerintah, tapi diarahkan ke perusahaan dan bank milik negara, usaha patungan atau perusahaan swasta, bukan sebagai utang antar pemerintah.
Intelijen Inggris Peringatkan 'jebakan utang' China
China bantah bangun 'proyek bodong' dan 'jerat utang' di negeri-negeri Afrika. China, pemberi utang yang baik atau lintah darat?
Berdasarkan hasil riset AidData, terdapat lebih dari 40 negara berpendapatan rendah dan menengah yang risiko utangnya kepada pemberi pinjaman dari China lebih dari 10% dari total produk domestik bruto (PDB) tahunan sebagai akibat dari "utang terselubung" ini.
Utang Djibouti, Laos, Zambia dan Kyrgizstan sama dengan setidaknya 20% dari GDP tahunan masing-masing negara tersebut.
Sebagian besar pinjaman dari China digunakan untuk membiayai proyek-proyek infrastruktur besar seperti jalan, jalur kereta dan pelabuhan, dan juga di sektor pertambangan dan energi, berdasarkan Prakarsa Sabuk dan Jalan yang diluncurkan oleh Presiden Xi Jinping.
Baca Juga:Â Industri Teknologi China Akan Hadapi 5 Masalah Ini di 2022
Dalam wawancara dengan BBC, Kepala Badan Intelijen Inggris (MI6), Richard Moore, mengatakan China menggunakan hal yang disebut "jebakan utang" untuk menggunakan pengaruhnya atas negara-negara lain.
Yang dipersoalkan adalah karena China menyalurkan pinjaman ke negara-negara lain, yang pada akhirnya harus melepaskan kontrol atas aset-aset penting jika gagal membayar utang. Beijing telah lama menepis tuduhan itu.
Satu contoh yang kerap diangkat oleh kalangan penentang China adalah Sri Lanka, yang beberapa tahun lalu memulai proyek pelabuhan besar di Hambantota dengan dana investasi dari China.
Namun proyek miliaran dolar dengan menggunakan pinjaman dari China dan kontraktor juga dari China tersebut menyulut kontroversi, dan kesulitan membukukan keuntungan sehingga Sri Lanka terbelit utang yang semakin membengkak.
Baca Juga: 50 Tahun Berkarya, Indomie Konsisten Hidupkan Inspirasi Indomie untuk Negeri
Follow Berita Okezone di Google News