JAKARTA - Kepala Badan Intelijen Inggris (MI6) Richard Moore memperingatkan tentang "jebakan utang dan jebakan data" China. Moore, yang dikenal sebagai "C", mengatakan jebakan China itu mengancam kedaulatan sehingga dia mengusulkan langkah-langkah defensif.
Menurutnya, China memiliki kapasitas untuk mengumpulkan data dari seluruh dunia dan menggunakan uang untuk membuat orang lain tertarik.
Mantan agen rahasia ini mengatakan bahwa Beijing mencoba memanfaatkan pengaruhnya melalui kebijakan ekonomi yang bertujuan membuat orang-orang terperangkap.
Baca Juga:ย Sri Mulyani Bakal Hati-Hati Tarik Utang di 2022
Sedangkan terkait "jebakan data", Moore menuturkan, ketika mengizinkan negara lain mengakses data yang sangat penting terkait masyarakat di negara Anda, seiring berjalannya waktu hal itu akan mengikis kedaulatan. Anda tidak lagi memiliki kendali atas data tersebut.
"Hal itu sangat kami waspadai di Inggris, dan kami telah mengambil langkah-langkah defensif," lanjut dia, dilansir dari BBC Indonesia, Kamis (2/12/2021).
Moore menyebut China telah menjadi prioritas tunggal terbesar bagi MI6 ketika dia berbicara di Institut Internasional untuk Studi Strategis di London.
Dia juga memperingatkan potensi salah perhitungan akibat kepercayaan diri Beijing pada isu seperti situasi di Taiwan, yang bisa menimbulkan ancaman serius pagi perdamaian global.
Baca Juga:ย 5 Fakta Utang Indonesia Rp6.000 Triliun hingga Cara Melunasinya
Bagaimana dengan utang dan investasi China di Indonesia?
Data Bank Indonesia menunjukkan utang luar negeri Indonesia ke China per Agustus 2021 berjumlah USD21,2 miliar (Rp305 triliun).
China merupakan peminjam terbesar keempat kepada Indonesia, setelah Singapura, Amerika Serikat, dan Jepang. Data juga menunjukkan bahwa jumlah utang Indonesia meningkat lebih dari 400% dalam 10 tahun terakhir.
Selain itu, China juga merupakan negara kedua dengan nilai investasi terbesar kedua di Indonesia setelah Singapura.
Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), nilai investasi China di Indonesia pada 2020 berjumlah USD4,8 miliar (Rp68,9 triliun). Nilai investasi itu meningkat lebih dari dua kali lipat dibandingkan 2018 lalu yang berkisar USD2,37 miliar.
Peningkatan investasi China tidak lepas dari proyek Belt and Road (BRI), program ambisius Presiden Xi Jinping yang dimulai pada 2013. Indonesia mendapatkan 72 proyek BRI bernilai total US$21 miliar sejak 2015.
Salah satu proyek besar BRI di Indonesia adalah pembangunan kereta cepat Jakarta-Bandung yang dikerjakan melalui joint venture China Railways International Co Ltd dan PT Pilar Sinergi BUMN.
Proyek kereta cepat ini mulanya bernilai US$6,07 miliar atau sekitar Rp86,5 triliun, namun belakangan membengkak menjadi US$8 miliar atau setara Rp114,24 triliun.
Dengan perkembangan investasi dan utang luar negeri China yang terus meningkat, lantas apakah Indonesia berisiko mengalami "jebakan utang" China?