Namun demikian, pemerintah akan terus mewaspadai dampak tak langsung dari konflik Rusia – Ukraina, baik terkait pelemahan kinerja ekonomi global maupun terkait dengan lonjakan harga komoditas. Disrupsi perdagangan global akan menekan laju pemulihan ekonomi global yang diproyeksikan semakin melambat.
Sementara itu, lonjakan kenaikan harga komoditas, khususnya energi dan pangan, akan mendorong kenaikan inflasi di dalam negeri. Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah untuk menjaga kestabilan harga dan kecukupan ketersediaan kebutuhan pangan pokok dan energi, termasuk memberikan bantalan kebijakan berupa bansos minyak goreng untuk kelompok berpendapatan rendah.
"Kualitas ekspor Indonesia juga terus terlihat. Buktinya, ekspor sektor manufaktur sebagai komponen penyumbang tertinggi ekspor nonmigas tetap tumbuh secara konsisten, dengan pertumbuhan tahunan nyaris 30 persen yaitu 27,92% (yoy). Sektor manufaktur adalah sektor yang memiliki nilai tambah tinggi dalam perekonomian, terutama dari sisi penciptaan lapangan kerja," tambah Febrio.
Perbaikan sektor ini terpantau sejalan dengan penyerapan tenaga kerja pada Februari 2022. Arah kebijakan pemerintah akan terus menggalakkan ekspor yang bernilai tambah tinggi dengan hilirisasi Sumber Daya Alam (SDA) Indonesia. Beberapa contoh produk tersebut adalah besi, baja dan feronikel sebagai olahan mineral kini mulai menopang ekspor Indonesia dengan pertumbuhan yang pesat.
Prioritas hilirisasi SDA Pemerintah adalah tambang dan mineral (nikel hidrat, besi dan baja), CPO (margarin, sabun mandi), migas dan batubara (etilena, propilena, dan lain-lain).
Sementara itu, impor Indonesia di bulan April tahun 2022 tercatat tetap kuat meski sedikit melambat dari bulan sebelumnya pada USD 19,76 miliar, atau tumbuh sebesar 21,97% (yoy). Secara tahunan, impor migas dan nonmigas masih tumbuh pesat sebesar 88,48% (yoy) dan 12,47% (yoy).
(Taufik Fajar)