JAKARTA - Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso atau akrab disapa Buwas mennyatakan bahwa harga beras mulai beranjak naik, maka itu, Bulog diperintahkan untuk cepat mengambil tindakan persiapan.
Salah satunya diminta untuk membeli 1 juta ton dengan harga komersil, namun nyatanya barangnya nihil.
"Saat itu Kementerian Pertanian (Kementan) masih menyebut surplus lebih dari 6 juta ton lebih. Bahkan pada saat itu janjinya 1 juta ton bisa dibeli oleh Bulog dengan harga komersil Rp10.200 per kg. Tapi, bukan nggak mau hanya memang nggak ada barangnya," kata Buwas dikutip, Kamis (24/11/2022).
Bahkan, lanjut dia, Bulog juga sudah melakukan pendekatan dengan pengusaha besar beras. Namun, mereka juga tidak bersedia untuk dijual kepada Bulog. Karena itu untuk menjaga suplai ke market mereka.
"Fakta di lapangan seperti itu, bukan kita tidak berpihak kepada petani, justru kami sangat berpihak kepada petani," tegas Buwas.
Dia menambahkan, keberpihakan Bulog atas produksi petani sudah terbukti. Setidaknya dalam 4 tahun terakhir, di mana CBP selalu bersumber dari produksi petani.
"Kami tetap beli meski harganya tinggi. Jadi, ini kondisi di lapangan. Bukan asal inisiatif Bulog. Tapi, kami dapat tugas negara agar cadangan mencapai 1-1,2 juta ton. Sementara, kami masih harus terus menyalurkan untuk KPSH. Dengan stok nggak sampai 600 ribu ton saat ini, sisa 2 bulan lagi, berarti harus salurkan lagi 300 ribu ton, sehingga stok hanya sisa 300 ribu ton," paparnya.
"Sementara, ada perwakilan Perpadi menyebutkan, stok hanya sisa 2 minggu. Ini akan membuat panic buying," ujar Buwas.
Karena itu lah, tuturnya, dengan adanya penugasan menjaga stok 1-1,2 juta ton, Bulog kemudian mempersiapkan 500 ribu ton cadangan beras komersil di luar negeri.
"Tapi, bukan beras medium karena kalau CBP harus medium. Melainkan beras komersial. Dan, sekarang ini yang tersedia di negara-negara itu adalah beras premium," katanya.
Buwas kembali menegaskan bahwa langkah Bulog ini bukan semata-mata keinginan Bulog agar mendapat jatah 500 ribu ton dari luar negeri. Namun, niat utama Bulog adalah mempriosotaskan perut orang Indonesia yang tidak bisa makan jika tidak pakai nasi.
"Ini kondisinya rawan sekali, karena beras ini masalah perut, masalah mendasar. Bukan maunya Bulog. Sekarang negara-negara juga mulai melarang ekspor. Kalau terlambat, kita nggak bisa dapat barang itu," pungkas Buwas.
(Taufik Fajar)