JAKARTA - Bank sentral Amerika Serikat, Federal Reserve telah menaikan suku bunga. Hal ini pun memicu risiko finansial terhadap negara berkembang, termasuk Indonesia.
Imbas yang paling berpengaruh adalah aliran modal keluar asing (capital outflow) di tengah depresiasi rupiah.
Direktur Center of Economic and Law Studies Bhima Yudhistira mengatakan kebijakan The Fed masih tetap agresif pada tahun 2023. Bank Indonesia diminta melakukan penyesuaian kebijakan akhir tahun ini untuk mengimbangi sikap hawkish The Fed.
Baca Juga:Â The Fed Naikkan Suku Bunga, Apa Dampak pada Pasar Modal Indonesia?
"Fed akan tetap agresif naikan 3-4 kali lagi suku bunga di 2023. Ini akan memicu naiknya risiko finansial di Indonesia, kecuali bank mau menaikkan suku bunga" kata Bhima saat dihubungi MNC Portal Indonesia, dikutip Minggu (18/12/2022).
Fenomena superdollar belakangan ini dinilai merupakan indikasi adanya lonjakan perminitaan terhadap mata uang Negeri Paman Sam sebagai sarana lindung nilai/hedging. Hal itu dipandang lebih menarik dibandingkan mempertahankan aset berdenominasi non-dolar.
Baca Juga:Â Wall Street Anjlok, Dow Jones dan Nasdaq Alami Penurunan Terbesar
Bhima menyebut pemerintah RI dapat segera melakukan stress test dampak suku bunga ke likuiditas perbankan dan indikator penyaluran kredit. Menurutnya, otoritas keuangan RI juga perlu menambah alokasi subsidi bunga terutama bagi UKM.
"Paket kebijakan sebaiknya segera dirilis baik memuat kebijakan pajak dan non-pajak," terangnya.
Follow Berita Okezone di Google News