JAKARTA – Sekolah jadi barang mewah karena krisis ekonomi di Sri Lanka. Enam bulan lalu, Sri Lanka dilanda krisis ekonomi terburuk sejak kemerdekaan.
Meskipun sekarang situasi di negara kepulauan itu sebagian besar sudah kembali tenang, dampak dari pengangguran massal dan kenaikan harga yang dramatis sekarang terlihat jelas di antara banyak keluarga.
Melansir BBC, Jumat (6/1/2023), Seorang Ibu bernama Priyanthika, harus menghentikan sementara pendidikan anak-anaknya supaya mereka bisa mencari uang dengan menjual kembang api.
Harga pangan di Sri Lanka mencapai rekor termahalnya ketika level inflasi mencapai hampir 95%. Pada hari-hari tertentu, tidak ada seorang pun di keluarga Priyanthika yang makan.
Dan meskipun sekolah di Sri Lanka gratis, mereka tidak menyediakan makanan.
Ditambah ongkos untuk seragam dan transportasi, pendidikan telah menjadi kemewahan yang tidak lagi mampu dibeli Priyanthika.
Follow Berita Okezone di Google News
Perempuan itu berkata ia butuh sekitar 400 rupee per hari (Rp17.000) untuk setiap anak kalau mereka ingin kembali ke sekolah.
Duduk di rumah satu kamar tidurnya, di atas ranjang yang ia bagi dengan semua anggota keluarga, Priyanthika menyeka air mata dari wajahnya.
"Semua anak ini biasanya berangkat sekolah setiap hari, saya tidak punya uang untuk menyekolahkan mereka sekarang," ujarnya.
Anak Priyanthika bernama Malki bisa bersekolah karena sepatu dan seragamnya masih pas.
Tapi adik perempuannya, Dulanjalee, berbaring di tempat tidur sambil menangis. Dia kesal hari ini bukan gilirannya.
"Sayangku, jangan menangis," kata Priyanthika. "Ibu akan mencoba dan membawamu besok."
Dengan pemerintah tampak tidak mampu menangani situasi ini, sejumlah lembaga amal telah turun tangan.
Samata Sarana adalah lembaga amal Kristen yang telah membantu orang-orang termiskin di Kolombo selama tiga dekade.
Hari ini, aula makanan mereka penuh dengan siswa yang lapar dari sekolah-sekolah di seluruh ibu kota.
Meskipun badan amal tersebut dapat membantu sekitar 200 anak setiap hari, jelas bahwa mereka juga kesulitan untuk memenuhi kebutuhan.
"Mereka memberi kami makanan, bus untuk pulang, mereka memberi kami segalanya sehingga sekarang kami bisa belajar," kata Manoj yang mengantre untuk makan siang dengan beberapa temannya.
"Kalau kami berhasil mencari makan hari ini, kami kemudian khawatir bagaimana mencari makan besok," kata Priyanthika.
"Ini sudah menjadi hidup kami,” tukasnya.
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis Okezone.com tidak terlibat dalam materi konten ini.