Share

RUU EBT, Skema Pemanfaatan Bersama Jaringan Tenaga Listrik Dinilai Rugikan Negara

Khairunnisa, Okezone · Kamis 12 Januari 2023 15:28 WIB
https: img.okezone.com content 2023 01 12 320 2745056 ruu-ebt-skema-pemanfaatan-bersama-jaringan-tenaga-listrik-dinilai-rugikan-negara-Op99aTAiO7.jpg RUU Energi Baru Terbarukan Masih Digodok. (Foto: Okezone.com)

JAKARTA - Rancangan Undang Undang Energi Baru Terbarukan (EBT) terus digodok. Skema pemanfaatan bersama jaringan tenaga listrik atau power wheeling pun dipertanyakan dan dinilai harus dihapus karena meliberalisasi sektor kelistrikan yang justru akan merugikan negara.

Menurut Wakil Ketua MPR Syarief Hasan, dengan skema ini produsen listrik swasta (independent power producer/IPP) bisa menjual listrik langsung ke masyarakat dengan jaringan transmisi dan distribusi yang dimiliki dan dioperasikan PLN.

Baca Juga: Turunkan Emisi Karbon Lewat Terobosan Energi Terbarukan

"Saya dengan tegas menolak skema power wheeling masuk RUU EBT. Sebab jika klausul tersebut diloloskan, ini sama dengan liberalisasi sektor kelistrikan yang bertentangan dengan UUD 1945. Sebab listrik merupakan kebutuhan dasar rakyat yang harusnya dikuasai oleh negara," ujarnya, Kamis (12/1/2022).

Tak hanya itu, dengan adanya skema tersebut, aset yang semestinya bisa dimaksimalkan oleh negara malah justru harus berbagi dengan swasta. Dimana, hal ini akan memberatkan PLN sebagai operator.

Baca Juga: Fokus EBT, Barito Pacific (BRPT) Tambah Aset Geothermal

PLN merupakan BUMN yang selama ini lini bisnis utamanya adalah penjualan listrik dari investasi pembangunan infrastruktur. Dengan adanya skema tersebut, infrastruktur yang dibangun oleh PLN memakai investasi internal maupun Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) malah justru dinikmati oleh swasta.

"PLN juga akan kehilangan pasarnya karena swasta bisa langsung menjual listriknya ke masyarakat," ungkapnya.

Follow Berita Okezone di Google News

Padahal, saat ini tantangan PLN saja adalah mengatasi oversupply. Jika skema power wheeling diterapkan maka akan semakin memperlebar oversupply. Tak hanya kehilangan pangsa pasar, dampak dari oversupply PLN harus membayar Take or Pay dimana selama ini TOP sendiri disubsidi oleh pemerintah.

Ini akan semakin membuat beban APBN menjadi lebih besar. Di satu sisi, dengan kehilangan pasar, maka pendapatan PLN akan berkurang yang berdampak pada penerimaan negara berupa deviden, setoran pajak maupun Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).

"Meski berhasil diterapkan di negara lain, saya menilai skema ini belum tentu cocok diterapkan di Indonesia. Saya melihat lebih banyak mudaratnya jika kebijakan ini diterapkan di Indonesia," tegas Syarief.

1
2
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis Okezone.com tidak terlibat dalam materi konten ini.

Bagikan Artikel Ini

Cari Berita Lain Di Sini