Tidak hanya menarik, pemberitaan migas juga merupakan pemberitaan yang very important bagi bangsa Indonesia karena dari Industri ini, negara mendapatkan penerimaan negara dan investasi yang sangat tinggi.
“Penerimaan negara dari hulu migas di tahun 2022 mencapai Rp 269 Triliun atau 183% dari target yang ditetapkan US$ 9,95 Miliar. Jika dibandingkan dengan data penerimaan negara sejak 2016, maka penerimaan di tahun 2022 adalah yang paling besar,” Kata Kurnia Chairi, Deputi Keuangan dan Komersialisasi, saat jumpa pers dengan wartawan 18 Januari 2022 lalu.
Namun, menurut penulis, yang sedikit mengganggu adalah penulisan naskah berita hulu migas yang menggunakan istilah-istilah energi yang tidak familiar di publik, harus dibuat strategi bahasa pengganti atau pemahamanan agar publik tidak merasa ngejelimet.
Contohnya, Bahasa Ekplorasi, bisa disampaikan dengan kata “Ngebor”, kata tersebut mungkin bisa dipahami oleh orang awam dan lebih menarik perhatian pembaca atau pendengar. Mencher dalam buku News Reporting and Writing (1987) maupun Hiebert, Ungurait, Bohn dalam Mass Media VI (1991:413) menyebutkan enam unsur nilai berita, yaitu: (1) timeliness, (2) consequence, (3) magnitude, (4) poximity, (5) prominance, (6) human interest. Nah, seharunya semua pemberitaan berpegang pada buku tersebut, tidak hanya berita Industri hulumigas saja.
Minimnya pemahaman jurnalis dalam menulis naskah industri hulu migas juga bisa menjadi faktor penentu pemberitaan. Pernah dalam sebuah diskusi atau pertemuan dengan sejumlah media, seorang wartawan, menanyakan kenaikan harga bbm, padahal saat itu press confrence dilakukan oleh SKK Migas yang mengurusi eksplorasi dan memang tidak ‘mengurusi’ kenaikan harga bbm. “Ini menunjukan pemahaman jurnalis untuk membedakan industri hulu dan hilir, belum maksimal,” kata Nur Anggraeni, Praktisi komunikasi Aspikom Jawa barat.
Kita harus akui, berita-berita industri hulu migas memiliki isu-isu yang spesifik, hanya kalangan atau orang-orang yang memiliki kepentingan saja yang tertarik untuk melihat atau membaca pemberitaan hulu migas, disinilah peran public relation melakukan pendekatan atau komunikasi personal terhadap media atau melakukan kerjasama dengan media, (media engagement). Secara online, pemberitaan hulu migas selalu kalah viewrs dengan pemberitaan gosip, kriminal, mistik atau berita-berita yang secara peristiwa lebih mengedepankan gambar-gambar yang memiliki cerita atau secara visual ‘layak jual’.
Namun, cerita hulu migas sebenarnya tetap menarik, dengan alternatif pemberitaan jika yang diangkat hal-hal emosional atau humanis, seperti bagaimana perjuangan para pekerja di offshore berjuang untuk menjaga lifting minyak, seperti yang dikatakan dalam salah penelitian Mencher, yaitu Human interest.
Hubungan baik antara praktisi jurnalistik dan praktisi kehumasan Industri Hulu migas harus terus dijaga dengan baik, seperti buku yang ditulis oleh Sallot, Steinfatt, dan Salwen, yang berjudul Journalist’ and Public Relations Practitioners’ News Values.
Praktisi Komunikasi Perminyakan Suhendra Atmaja
(Feby Novalius)