JAKARTA - Nabi Muhammad SAW pernah dibohongi oleh pedagang kurma. Cerita ini tentu menggambarkan bagaimana Nabi Muhammad SAW sangat mengerti tabiat dan watak pasar.
Nabi Muhammad SAW sangat paham dengan kebaikan (al-khair) dan keburukan (al-syar) yang ada di dalam pasar, sehingga, dalam konteks tertentu Nabi Muhammad mengingatkan kepada sesama pedagang agar waspada dan berhati-hati saat masuk pasar.
Dalam konteks ini, sebagaimana disebutkan al-Suyuthi dalam bukunya al-Jami’ al-Shagir, Rasululah bersabda bahwa “seburuk-buruk tempat adalah pasar” (HR Al-Hakim). Demikian dilansir dari Buku Bisnis Ala Nabi karya Mustafa Kamal Rokan, Jakarta, Minggu (26/3/2023).
BACA JUGA:
Berikut ini kisah Nabi Muhammad SAW yang pernah dibohongi pedagang kurma seperti dilansir dari Buku Bisnis Ala Nabi karya Mustafa Kamal Rokan.
Pada suatu ketika, di sebuah pasar di pinggir jalan, Nabi Muhammad menemukan seorang pedagang yang sedang menjual setumpuk kurma.
Tiba-tiba Muhammad memasukkan tangannya ke bawah tumpukan kurma itu. Setelah menarik tangannya, lalu Muhammad bertanya.
“Kenapa kurma ini basah?” Si pedagang serta-merta menjawab dengan penuh ketakutan, “Ditimpa hujan, ya, Rasulullah.”
Muhammad lalu mengusut, “Kalau benar ditimpa hujan kenapa yang basah bagian bawahnya, sementara yang di atas kering?”
Nabi Muhammad menegaskan, “Barang siapa di antara kalian yang melakukan kecurangan dan penipuan, maka dia tidak termasuk dalam golongan kami” (HR Muslim).
Sementara itu, pengelolaan pasar oleh Nabi Muhammad dan para sahabat, terutama saat Nabi Muhammad sebagai kepala pemerintahan menjadi landasan historis yang perlu dikaji.
Pasar Madinah adalah contoh pasar yang dikelola secara langsung oleh Rasulullah setelah Rasulullah dan para sahabat sampai di Madinah.
Seperti yang diketahui, sebelumnya Madinah termasuk Pasar Madinah berada dalam pengaruh dan kekuasaan kaum musyrik Madinah.
Karenanya, pasar-pasar yang berada di Madinah itu beroperasi menurut aturan yang mereka tetapkan. Sebagai pemimpin di wilayah baru, menciptakan dan mengatur pasar yang kondusif merupakan kebijakan yang sangat mendesak bagi Rasulullah pada saat itu.
Untuk menghindarkan sisi negatif dari tabiat pasar, Muhammad mencoba meletakkan aturan-aturan dan etika yang harus ditegakkan oleh pelaku-pelaku pasar.
Beberapa bentuk etika bisnis yang diajarkan Muhammad di pasar di antaranya adalah adil dalam takaran dan timbangan, jujur dan transparan dalam bertransaksi.
Kemudian, tidak melakukan jual-beli najasy (menjual barang dengan mempergunakan jasa orang lain untuk memengaruhi dan memuji barang dagangannya dengan pura-pura menawar agar orang lain terpancing membelinya), tidak melakukan talaqqi ar-rukban (menjemput barang dagangan ke pemiliknya di luar kota dan meletakkan harga yang tidak sesuai dengan harga pasar untuk mendapatkan keuntungan yang lebih besar).
Demikian juga dengan etika untuk tidak menjual kepada orang lain barang yang belum sempurna dimiliki, tidak melakukan ihtikar (penimbunan barang kebutuhan masyarakat lalu menjualnya dengan harga tinggi), tidak melakukan transaksi yang bersifat ribawi serta menghindarkan aktivitas yang bersifat maya (gharar).
(Dani Jumadil Akhir)