JAKARTA - Penelitian Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) menyampaikan bahwa salah satu tantangan yang dihadapi Indonesia dalam produksi beras adalah belum efisiennya proses produksi.
Petani perlu mendapatkan akses pada input pertanian yang bermutu supaya produksi berasnya bisa bersaing dan harganya lebih terjangkau.
BACA JUGA:
Peneliti CIPS Azizah Fauzi mengatakan, efisiensi produksi merupakan kunci dari menguatnya daya saing beras produksi nasional. Ongkos produksi yang efisien akan berdampak pada mutu dan harga jualnya di pasar.
"Tingginya harga beras di Indonesia tidak terlepas dari tingginya biaya produksi beras. Struktur biaya pertanian padi di Indonesia terdiri dari biaya sarana produksi, upah tenaga kerja, sewa lahan, dan biaya lainnya. Secara keseluruhan, biaya ini terhitung sekitar 37,75 hingga 42,73% dari total pendapatan," katanya pada Senin (15/5/2023).
BACA JUGA:
Data International Rice Research Institute (IRRI) 2016 menyebut, Indonesia memiliki biaya produksi beras tertinggi, yaitu USD0,34 per kg. Sementara itu, biaya produksi beras di Filipina, India, Thailand, dan Vietnam masing-masing hanya mencapai USD0,25, USD0,21, dan USD0,20, dan USD0,12.
Sepintas, total biaya produksi beras di China dan Indonesia tampak relatif sama tapi memiliki komposisi berbeda. Sementara China lebih fokus pada mekanisasi, seperti operator, hewan, mesin, bahan bakar, dan minyak, Indonesia lebih fokus pada tenaga kerja upahan dan sewa tanah.
“Mayoritas petani Indonesia bukanlah pemilik tanah. Petani Indonesia didominasi petani kecil yang memiliki lahan kurang dari 0,02 hektare dan mereka mengonsumsi lebih banyak dari yang mereka tanam,” tambah Azizah.