JAKARTA - Indonesia berpotensi menerima USD31,9 miliar atau setara Rp478 triliun untuk proyek-proyek yang terkait dengan rantai pasokan baterai pada tahun 2026. (Kurs: Rp15.005/USD).
Dilansir VOA di Jakarta, Rabu (31/5/2023), Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Pandjaitan dalam Konferensi Rantai Industri Nikel dan Kobalt Indonesia 2023 di Jakarta, yang diselenggarakan Shanghai Metals Market (SMM) dan Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI).
BACA JUGA:
Konferensi dua hari ini mulai berlangsung Selasa.
Luhut mengatakan, proyeksi investasi ini dimungkinkan karena pemerintah berupaya mendorong produksi bernilai tambah.
Dia mengatakan, sebagai negara yang kaya nikel, yang digunakan dalam baterai kendaraan listrik (EV), pemerintah ingin melihat lebih banyak investasi di sektor hilir nikel untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.
Kalimantan dapat menerima USD12,35 miliar, Maluku Utara dapat menarik USD9,78 miliar dan Sulawesi dapat melihat arus masuk sebesar USD9,84 miliar dalam investasi proyek rantai pasokan baterai itu.
BACA JUGA:
Untuk mendorong investasi dari investor yang sadar akan emisi, pemerintah Indonesia telah menggembar-gemborkan kawasan industri Kalimantan Utara di pulau Kalimantan sebagai kawasan hijau.
Di kawasan itu, menurut rencana, segala aktivitas dijalankan dengan menggunakan energi yang diproduksi pembangkit listrik tenaga air. Sejauh ini, sejumlah perusahaan telah berkomitmen untuk memproduksi aluminium di kawasan industri itu.
Luhut mengatakan pada konferensi itu, kawasan tersebut dapat menampung proyek yang dapat memproduksi baterai dengan total kapasitas 265 GWh (gigawatt jam), dan proyek-proyek terkait industri petrokimia, besi dan baja, alumina dan silikon.