Sementara itu, data menunjukkan aktivitas ekonomi kini melambat tajam. Bank Sentral Eropa telah menaikkan suku bunga pada sembilan pertemuan terakhirnya dan para pembuat kebijakan kini sedang memperdebatkan apakah akan menaikkan suku bunga deposito lagi, menjadi 4%, atau berhenti sejenak.
Kemudian, data yang dirilis pada akhir pekan menunjukkan bahwa inflasi konsumen Tiongkok kembali ke wilayah positif pada bulan Agustus, sementara inflasi harga produsen juga turun lebih lambat dibandingkan yang terlihat pada awal tahun ini.
Data tersebut, ditambah dengan langkah Beijing yang lebih mendukung sektor properti, membantu menumbuhkan optimisme terhadap pemulihan ekonomi di negara importir tembaga terbesar di dunia ini. Namun data lain pada bulan Agustus masih memberikan gambaran beragam mengenai perekonomian Tiongkok, yang sedang berjuang menghadapi perlambatan pemulihan pasca-COVID.
Dari sentimen internal, pelaku pasar memperkirakan bank sentral Amerika Serikat (AS) atau The Fed baru akan menaikkan suku bunga acuannya pada kuartal keempat 2023. The Fed akan mengumumkan keputusan kebijakan suku bunga (Fed Fund Rate/FFR) pada 20 September 2023.
The Fed ke depannya masih akan memberikan tekanan pada pasar keuangan negara berkembang, termasuk Indonesia. Karena suku bunga The Fed masih akan berpotensi meningkat hingga 6 persen. Bahkan juga ada probabilitas akan naik dua kali lipat karena Inflasi masih tinggi dan ekonomi masih kuat.
Selain itu, ekonomi dipengaruhi perekonomian yang kuat dan pasar tenaga kerja yang ketat. Sedangkan, inflasi di negara berkembang telah menurun seperti indonesia yang berada di level 3,08 persen di Juli 2023.
Di satu sisi, pertumbuhan ekonomi AS lebih baik dari prakiraan semula dipengaruhi konsumsi yang membaik ditopang kenaikan upah dan pemanfaatan tabungan yang tinggi (excess saving).
Walaupun kondisi ekonomi AS terus membaik dan the fed masih akan menaikan suku bunga acuan di kuartal keempat 2023, namun stabilitas nilai tukar rupiah diperkirakan tetap terjaga sejalan dengan persepsi positif investor terhadap prospek perekonomian Indonesia, inflasi yang rendah. Begitu juga dengan imbal hasil aset keuangan domestik yang menarik.
Apalagi Bank Indonesia terus memperkuat kebijakan stabilisasi nilai tukar rupiah melalui intervensi di pasar valas, efektivitas implementasi instrumen penempatan valas Devisa Hasil Ekspor (DHE) SDA sejalan dengan PP Nomor 36 Tahun 2023, serta penerbitan instrumen operasi moneter (OM) yang proarket untuk mendukung pendalaman pasar uang dan mendorong masuknya aliran portofolio asing.
Berdasarkan sentimen diatas, mata uang rupiah untuk perdagangan selanjutnya diprediksi bergerak fluktuatif cenderung ditutup menguat di rentang Rp15.290 - Rp15.370.
(Taufik Fajar)