JAKARTA - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (USD) kembali ditutup melemah 79 poin ke level Rp15.692 pada perdagangan Senin (9/10/2023).
Pengamat Pasar Uang, Ibrahim Assuaibi mengatakan, dolar AS menguat didorong sentimen risiko menjadi rapuh setelah pasukan Israel bentrok dengan orang-orang bersenjata dari kelompok Palestina Hamas pada akhir pekan, beberapa jam setelah militan melancarkan serangan mendadak terhadap Israel pada hari kekerasan paling mematikan di negara itu selama 50 tahun.
"Selain itu, data CPI dapat memperkuat nada hawkish The Fed Greenback mendapat keuntungan pada akhir pekan lalu dengan dirilisnya data payrolls yang lebih kuat dari perkiraan, dengan rilis pada hari Jumat menunjukkan lapangan kerja AS mengalami peningkatan terbesar dalam delapan bulan pada bulan September," tulis Ibrahim dalam risetnya, Senin (9/10/2023).
Indikasi pasar tenaga kerja yang masih ketat akan membuat fokus lebih besar pada rilis data inflasi konsumen bulan September minggu ini, mengingat angka inflasi yang tinggi dapat memperkuat pesan The Fed bahwa suku bunga harus tetap lebih tinggi untuk jangka waktu yang lebih lama.
Laporan CPI bulan Agustus menunjukkan kenaikan tercepat dalam 14 bulan seiring melonjaknya harga bensin, meskipun inflasi inti, yang tidak termasuk biaya makanan dan bahan bakar, naik pada laju paling lambat dalam hampir dua tahun.
Kemudian, Harga minyak melonjak tajam sebagai dampaknya, yang berdampak negatif pada mata uang tunggal mengingat Jerman, ekonomi dominan di zona euro, mempunyai paparan yang tinggi terhadap biaya energi.
Selain itu, output industri Jerman menyusut pada bulan Agustus selama empat bulan berturut-turut, turun 0,2% dibandingkan bulan sebelumnya, sedikit lebih besar dari perkiraan penurunan 0,1%. Kantor statistik merevisi data produksi bulan Juli menjadi penurunan 0,6% bulan ke bulan, dibandingkan dengan angka sementara penurunan 0,8%.
Di Asia, Tiongkok kembali dari liburan Golden Week. Cadangan devisa negara tersebut turun lebih besar dari perkiraan pada bulan September, data resmi menunjukkan pada hari Sabtu.
Dari sentimen internal, cadangan devisa Indonesia diperkirakan masih berpotensi mengalami peningkatan hingga akhir tahun. Di satu sisi, prospek penurunan cadangan devisa dipengaruhi oleh adanya risiko penurunan surplus perdagangan yang memicu defisit transaksi berjalan di tengah penurunan harga komoditas.
Di sisi lain, penerapan instrumen Term Deposit (TD) Valas Devisa Hasil Ekspor (DHE) Bank Indonesia (BI) untuk menampung minimal 30% hasil ekspor selama 3 bulan di dalam negeri diharapkan dapat mengendalikan cadangan devisa.
Selain itu, ketidakpastian terkait arah suku bunga the Fed ke depan dapat berkurang pada pertemuan FOMC bulan November 2023, dan ruang penurunan suku bunga mungkin terbuka pada 2024. Kondisi ini dapat mengubah risk appetite investor, sehingga berpotensi mendorong arus modal masuk ke pasar negara berkembang, termasuk Indonesia.
Cadangan Devisa RI Susut ke Level Terendah 2023 Cadangan Devisa Indonesia Anjlok Jadi USD134,9 Miliar pada September 2023 Secara keseluruhan, Josua memperkirakan cadangan devisa akan mencapai kisaran USD133 miliar hingga USD138 miliar pada akhir 2023.
Sementara itu, nilai tukar rupiah diperkirakan akan ditutup pada kisaran Rp15.200 hingga Rp15.800 per dolar AS pada akhir 2023. Adapun, BI mencatat posisi cadangan devisa Indonesia pada September 2023 turun menjadi UD134,9 miliar, dari USD137,1 miliar pada Agustus 2023.
Penurunan tersebut terutama dipengaruhi oleh pelunasan utang luar negeri pemerintah dan perlunya stabilitas nilai tukar rupiah sebagai respons dari meningkatnya ketidakpastian di pasar keuangan global.
Berdasarkan sentimen diatas, mata uang rupiah untuk perdagangan besok diprediksi bergerak fluktuatif dan cenderung ditutup kembali melemah di rentang Rp15.680 - Rp15.760.
(Taufik Fajar)