JAKARTA - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pada Oktober 2023 terjadi inflasi sebesar 0,17%. Adapun tingkat inflasi bulanan Oktober 2023 lebih rendah dibandingkan dengan bulan sebelumnya, namun lebih tinggi dibandingkan Oktober tahun lalu.
"Inflasi berdasarkan tahun kalender, atau Oktober 2023 terhadap Desember 2022 adalah sebesar 1,80%," ujar Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS, Pudji Ismartini.
Okezone telah merangkum empat fakta terkait inflasi 0,17% pada Oktober 2023, Minggu (5/1/2023):
1. Perbandingan Inflasi Tahun 2022 dan 2023
Inflasi pada 2023 dibandingkan dengan Oktober 2022 adalah sebesar 2,56% year-on-year (YoY), dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) sebesar 115,64.
Pudji juga menyebut tingkat inflasi bulanan Oktober 2023 lebih rendah dibandingkan dengan bulan sebelumnya, namun lebih tinggi dibandingkan Oktober tahun lalu.
2. Komoditas Penyumbang Inflasi
Komoditas yang menyumbang inflasi bulanan terbesar di antaranya adalah beras dengan andil inflasi 0,06%, bensin dengan andil inflasi sebesar 0,04% sejalan dengan adanya penyesuaian harga BBM non subsidi.
Beberapa komoditas lain adalah cabai rawit dengan andil inflasi sebesar 0,03% dan tarif angkutan udara andilnya 0,02%.
3. Rokok Jadi Penyumbang Inflasi Terbesar
Penyebab utama inflasi adalah kenaikan harga beras dan rokok. Tercatat kelompok pengeluaran yang paling berpengaruh terhadap inflasi tahunan ini adalah makanan, minuman, dan tembakau, dengan andil sebesar 1,39%.
Pelaksana Tugas (Plt) Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti menyatakan bahwa rokok merupakan komoditas yang masuk dalam lima komponen teratas penghitungan Indeks Harga Konsumen atau inflasi.
Besarnya konsumsi rokok, dalam hal ini kata Amalia, akan berdampak pada relatif besarnya andil rokok terhadap penghitungan inflasi.
4. Respons Ketua Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia (GAPRINDO)
Ketua Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia (GAPRINDO) Benny Wachjudi membenarkan bahwa kenaikan cukai rokok yang tinggi pada 2023 dapat memicu inflasi.
Menurutnya, kondisi industri yang masih belum pulih membuat kenaikan cukai menjadi tidak efektif sebagai instrumen penerimaan negara. Kenaikan cukai yang tinggi justru menekan kinerja industri yang tadinya perlahan sedang membaik.
(Kurniasih Miftakhul Jannah)