JAKARTA - Kampanye boikot produk atas perang di Gaza, berdampak sangat besar terhadap penjualan makanan dan minuman cepat saji. Terutama yang merek-merek barat seperti McDonald's hingga Starbucks.
Di Kota Mesir misalnya, cabang rantai makanan cepat saji, McDonald's terlihat sepi. Hal ini terjadi juga di Kuwait dan Yordania, karena kampanye boikot atas serangan militer Israel di Jalur Gaza.
Beberapa perusahaan tersebut pun menjadi sasaran kampanye boikot karena dianggap mengambil sikap pro Israel, dan beberapa lainnya diduga memiliki hubungan keuangan dengan Israel atau melakukan investasi di sana.
Seruan boikot yang beredar di media sosial pun kini meluas hingga mencakup lusinan perusahaan dan produk, sehingga mendorong pembeli untuk beralih ke produk alternatif lokal.
McDonald's Corp pun menyampaikan kekecewaan terhadap aksi tersebut. Pasalnya terjadi disinformasi mengenai posisi McDonald's dalam konflik tersebut dan bahwa pintunya terbuka untuk semua.
Waralabanya di Mesir telah menegaskan kepemilikannya di Mesir dan menjanjikan bantuan sebesar 20 juta pound Mesir (USD650.000) ke Gaza.
Namun penjualan McDonald's di Mesir pada Oktober dan November turun setidaknya 70% dibandingkan bulan yang sama tahun lalu. Demikian diungkap seorang karyawan di kantor perusahaan McDonald's Mesir yang enggan disebutkan namanya mengatakan
“Kami berjuang untuk menutupi pengeluaran kami sendiri selama ini,” kata karyawan tersebut, dilansir dari Reuters, Jumat (24/11/2023).
Dampak aksi boikot juga dirasakan McDonald;s di Malaysia. Seorang pekerja McDonald's di Putrajaya, ibu kota administratif Malaysia mengatakan bahwa pelanggan di cabang tersebut berkurang 20%.