JAKARTA - Harga beras saat ini terus melonjak, bahkan melampaui Harga Eceran Tertinggi (HET) yang sudah ditetapkan pemerintah. Meskipun demikian, pemerintah tidak mengubah kebijakan soal HET baik untuk beras medium maupun beras premium.
Direktur Distribusi dan Cadangan Pangan Bapanas Rachmi Widiriani menyampaikan bahwa kenaikan beras yang terjadi saat ini sebagai suatu anomali. Artinya tidak mencerminkan kondisi penawaran dan permintaan di pasar yang sebenarnya.
Berikut adalah 8 fakta harga beras tak bisa terkontrol, lampaui HET, Senin, (11/3/2024).
1. Pemerintah Tolak Usulan Relaksasi HET
Pemerintah menolak usulan relaksasi HET yang diajukan Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) beberapa waktu lalu. Ketua Umum Aprindo, Roy Nicholas Mandey, mengatakan pihaknya telah mengusulkan perlunya relaksasi HET oleh pemerintah, saat harga komoditas, termasuk beras, mengalami kenaikan secara ‘gila-gilaan’ di pasaran. Sayangnya, usulan itu diabaikan otoritas.
Namun, pemerintah, lanjut Roy, memandang pemberlakukan relaksasi hanya akan menciptakan dampak inflasi yang lebih besar, dibandingkan tidak adanya relaksasi HET beberapa komoditas.
“Relaksasi HET sebenarnya kami sudah usulkan ketika harga meningkat, tapi dalam berbagai kesempatan kami dijelaskan atau disampaikan kalau relaksasi HET ini akan menimbulkan inflation effect yang lebih signifikan, ketimbang tidak direlaksasi,” ujar Roy saat ditemui di kawasan Jakarta Pusat, Rabu, 6 Maret 2024.
2. Penyesuaian HET itu Penting
Menurut Roy langkah penyesuaian HET penting dilakukan saat ini lantaran harga beras dan sejumlah komoditas lainnya masih cukup tinggi. Kondisi ini tidak saja terjadi di pasar Tanah Air, namun juga di pasar global.
Apalagi, harga beras di negara lain masih melonjak naik. Hal ini diyakini akan berdampak pada harga beras di dalam negeri. Selain itu, Indonesia juga masih membukukan defisit produksi beras karena penundaan masa panen raya.
“Kami berargumen bahwa relaksasi HET itu adalah bagian dari tidak hanya melihat harga di dalam negeri, tapi di luar juga, sebenarnya harga-harga itu uda lebih tinggi. Harga beras misalnya, kan di global terjadi kenaikan juga karena supply chain-nya defisit,” paparnya.
3. Berharap Pemerintah Tetap Lakukan Relaksasi HET
Meskipun akan adanya over inflation, Roy berharap pemerintah kembali menerapkan relaksasi HET. Pelaku usaha, kata dia, berharap relaksasi perlu untuk dikaji, dipelajari, dan diobservasi.
“Tapi kami tetap mengharapkan relaksasi HET itu, walaupun dibilang akan menimbulkan over inflation atau an expected inflation dari yang sekarang ini,” harap Roy.
“Anyhow, ya kita lihat tentunya pemerintah punya alasan untuk melakukan tetap HET, tapi kita pelaku usaha berharap relaksasi itu perlu untuk dikaji, peluru untuk dipelajari, diobservasi karena memang tidak hanya di Indonesia, tapi di global juga sudah naik,” tutur dia.
4. Keputusan HET Sudah Sesuai Keputusan Presiden Jokowi
Keputusan mengenai HET sudah sesuai dengan arahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam Rapat Pimpinan Nasional (Nasional).
"Kalau HET memang saat ini tidak ada wacana untuk dinaikkan karena sudah ada Rapim. Pak Presiden juga menetapkan bahwa HET tidak dinaikkan karena situasi sedang anomali. Kalau nanti dinaekkan naik-naik terus gabisa turun. Jadi HET ini tidak ada perubahan," terang Rachmi.