Dia menilai, posisi tersebut masih belum bisa dikatakan memuaskan. Menurut Budhi, masih banyak potensi yang harus digali sehingga Indonesia benar-benar bisa menjadi negara yang hebat.
"Saya beri contoh, udang saja, ekspor kita sekitar USD2 miliar. Total pasar saat ini perkiraan saya USD32 miliar, berarti hanya 6-7%. Tuna, ekspor kita gak sampai US$1 miliar, pasar tuna seluruh dunia USD16 miliar itu artinya hanya 6%," ungkap Budhi.
"Jadi intinya kita di pasar global ini masih belum dikatakan hebat. Masih baru mencoba menjadi hebat," tambahnya.
Budhi memaparkan bahwa ada sejumlah hambatan yang membuat sektor perikanan Indonesia belum bisa meraih hasil maksimal. Salah satunya dikatakan, masalah ada di sektor hulu.
Budhi menyampaikan bahwa permasalahan utama di sektor hulu adalah adanya peraturan yang tidak pro terhadap industri. Ia menilai banyak peraturan yang justru membuat Indonesia sulit bersaing.
"Saya beri contoh PP 85 tahun 2021, kenaikan PNBP yang besar dan juga ancaman denda yang sangat luar biasa. Kalau PNBP di sektor hulu sudah besar, artinya harga pokok produksi kita akan naik. Kita gak akan bisa bersaing di dunia internasional," tutur Budhi.
"Saya mengibaratkan seperti pengusaha ayam sudah diganggu sebelum ayam bertelur, seharusnya industri ini harus kondusif membiarkan ayam itu bertelur, setelah itu ambil sebagian telurnya melalui PPH dan lain lain, bukan PNBP di sektor hulu yang sangat tinggi," timpalnya lagi.
Tidak hanya itu saja, Budhi juga berpendapat bahwa kebijakan Pemerintah untuk memasukkan sektor perikanan ke dalam PP 2023 yang mengharuskan menyimpan devisa sangatlah memberatkan pengusaha.
Ada juga masalah perizinan yang rumit, yang menurutnya jika tidak segera dibenahi, maka Indonesia akan ditinggalkan oleh pasar karena harga yang sangat tinggi dibanding negara kompetitor.
"DHE, ini yang paling banyak terkena anggota kami. Bayangkan saja, untung kami gak sampai 5%, kami di suruh menyimpan devisa 30% selama 3 bulan. Bagaimana usaha itu bisa bertahan," ungkap Budhi.
"Ada juga perizinan, contoh izin tambak udang sebelum UU Ciptaker ada 23. Sekarang hanya 3 perizinan, tapi yang terjadi, 3 tadi punya anak, punya cucu. Jadi istilahnya izin memang 3 tapi ada persetujuan, beda istilah aja," keluhnya.
Lebih lanjut Budhi menyampaikan bahwa sebenarnya masalah ini telah didiskusikan kepada Pemerintah dan Pemerintah telah berjanji untuk melakukan revisi peraturan. Namun sampai saat ini, sudah satu tahun, revisi belum juga selesai.
(Taufik Fajar)