Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement

PHK Massal Industri Tekstil, Bukan Dirumahkan tapi Tutup Pabrik

Muhammad Farhan , Jurnalis-Jum'at, 14 Juni 2024 |08:19 WIB
PHK Massal Industri Tekstil, Bukan Dirumahkan tapi Tutup Pabrik
Pekerja kena PHK. (Foto: Freepik)
A
A
A

JAKARTA - Situasi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) massal yang tengah marak menimpa sebagian sektor, khususnya industri, kini menjadi sorotan publik.

Ratusan ribu pekerja terpaksa dirumahkan terutama industri tekstil dan produk tekstil (TPT), yang ditengarai mengalami penurunan penjualan di tengah gempuran produk impor yang menginvasi Indonesia.

Ketua Umum Asosiasi Produsen Serat Benang Filament Indonesia (APSyFI), Redma Gita Wirawasta menjelaskan situasi PHK yang digembar-gemborkan tersebut hanya yang terlihat secara permukaan saja. Dia mengatakan situasi industri TPT lokal yang terjadi saat ini adalah penutupan pabrik hingga berujung bisnis terpaksa gulung tikar.

"Saat ini trend nya bukan lagi PHK tetapi menutup pabrik, karena perusahaan jalan saat ini dgn sisa karyawan, jadi PHK sekaligus tutup pabrik," ujar Gita kepada MPI, Jumat (14/6/2024).

Gita mengungkapkan tren gulung tikar bisnis industri TPT ini akan terus berlangsung selama pemerintah masih mempertahankan kebijakan yang pro importir.

"Kondisi ini akan terus berlangsung sampai ada kebijakan perbaikan pasar dari pemerintah, sepanjang pemerintah masih pro terhadap para importir pedagang, tren tutup pabrik ini akan terus terjadi," jelas Gita.

Dia menyebutkan situasi semakin diperparah sejak awal 2024 ketika Kementerian Perdagangan mengeluarkan Permendag Nomor 8 tahun 2024, yang mengutamakan relaksasi impor sehingga pasar industri TPT condong kembali ke produk bukan dalam negeri tersebut.

"Semenjak ada Permendag Nomor 8 Tahun 2024, yang semangatnya relaksasi impor sehingga banyak brand lokal kembali ke produk impor, industri TPT merasa tidak ada harapan lagi dan cashflow yang buruk maka sebagian perusahaan memutuskan menutup pabriknya dan mem-PHK sisa karyawannya," ungkap Gita.

Sekadar informasi, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN) Ristadi menjelaskan penurunan permintaan produk TPT yang diproduksi lantaran kalah bersaing secara harga dengan barang impor, khususnya dengan yang berasal dari Tiongkok.

"Pabrik-pabrik tekstil tersebut sebenarnya sudah berusaha untuk bertahan dengan inovasi menjual barangnya sendiri, tetapi kemudian tidak laku juga terutama di pasar lokal," terang Ristadi.

"Produk mereka tidak laku karena kalah bersaing harganya dengan barang TPT impor, terutama dari Cina, sehingga mereka tidak mampu bertahan," sambung Ristadi.

Dia mengungkapkan, perusahaan tekstil lokal tersebut pun tetap berusaha bertahan dengan melakukan efisiensi karyawan guna mempertahankan keuangan perusahaan. Pabrik-pabrik tekstil tersebut, lanjut Ristadi, berusaha bertahan dengan mengurangi karyawan secara bertahap.

"Sebelumnya perusahaan-perusahaan tekstil itu bertahan dengan efisiensi karyawan secara bertahap. Kadang 10 karyawan di-PHK, ada yang 100 karyawan. Jadi sekarang hanya tinggal sebagian karyawan yang tersisa tetapi perusahaan tidak mampu juga bertahan," jelas Ristadi.

Ristadi pun memberikan data 10 perusahaan-perusahaan tekstil yang melakukan efisiensi hingga menutup bisnisnya. Total karyawan yang di-PHK dari 10 perusahaan tersebut yakni 13.800 karyawan.

(Taufik Fajar)

Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita finance lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement