JAKARTA - Lesunya industri tekstil Indonesia berdampak pada pemutusan hubungan kerja (PHK) kepada belasan ribu karyawan hingga pertengahan tahun 2024. Gulung tikarnya industri tekstil akibat pelonggaran impor sektor pakaian jadi sehingga menggempur pasar domestik dengan tingkat penjualan yang massif dan harga yang bersaing.
Wakil Ketua Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) David Leonardi mengungkapkan, selain gempuran produk impor, para pengusaha tekstil terhimpit karena pasar ekspor tekstil produksi dalam negeri juga mengalami kebuntuan.
Dia menyebutkan kondisi inflasi di banyak negara menyebabkan permintaan ekspor menurun hingga berimbas pada kurangnya cash flow perusahaan.
"Untuk pasar ekspor, saat ini banyak negara yang masih dalam kondisi inflasi sehingga daya beli masyarakat tujuan ekspor menurun," jelas David kepada MPI, Rabu (19/6/2024).
Lebih lanjut, David mengatakan di saat yang bersamaan, negara tujuan ekspor produk tekstil Indonesia terhalang dengan kebijakan perlindungan pasar. Bentuk-bentuk perlindungan pasar yang bersifat non-tarif tersebut, lanjut David, beragam di setiap negara tujuan ekspor tersebut.
"Selain itu, Negara tujuan ekspor Indonesia menerapkan perlindungan pasar berupa non-tariff barriers seperti sertifikasi produk di India dan sertifikasi lingkungan di Uni Eropa," terang David.
Perihal tantangan di pasar domestik, David menjelaskan pemerintah Indonesia kurang melindungi dengan melonggarkan regulasi pada masuknya barang impor.