Selain itu, Menkes menyoroti inflasi tinggi dalam layanan kesehatan di Indonesia, yang terjadi karena informasi yang tidak simetris antara penyedia layanan dan pasien. Hal ini menyebabkan perbedaan harga yang sangat besar antara Puskesmas, Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD), dan Rumah Sakit Swasta. Bahkan, harga obat-obatan di Indonesia bisa mencapai 300%-400% lebih tinggi dibandingkan dengan negara tetangga, Malaysia.
“Orang bisa disunat misalnya di Puskesmas Rp500.000 kalau naik RSUD bisa Rp1 juta harganya bisa 100% Rumah Sakit Swasta 5 juta bisa 1000%. Obat-obatan harganya bisa 400-300% di atas Malaysia. Ini adalah contoh-contoh di mana layanan kesehatan itu inflasinya tinggi sekali karena memang informasinya tidak simetris ini banyak dikontrol dikendalikan oleh supply side. Jadi para-para penyedia kesehatan, tenaga medis dan kesehatan rumah sakit karena kita kan kalau sakit orang enggak ngerti juga,” jelasnya.
Menkes kembali menekankan bahwa revisi tarif BPJS Kesehatan diharapkan akan tercipta sistem yang lebih seimbang, berkelanjutan, dan dapat memberikan manfaat yang lebih besar bagi seluruh masyarakat Indonesia.
“Sehingga untuk itu kita mau merevisi tarifnya supaya ini balance, ini harus balancing jadi yang dokter Rumah Sakit ya happy tapi masyarakat juga happy yang diwakili oleh BPJS untuk menekan balik,” pungkasnya.
(Dani Jumadil Akhir)