JAKARTA - Presiden Prabowo Subianto secara resmi meluncurkan Badan Pengelola Investasi (BPI) Danantara hari ini di Jakarta.
"Dengan mengucap Bismillahirrahmanirrahim pada Siang Hari ini Senin tanggal 24 Februari 2025 saya Presiden Republik Indonesia meluncurkan badan pengelola investasi daya anagata Nusantara (Danantara) Indonesia," kata Prabowo di halaman tengah Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (24/2/2025).
Presiden Prabowo Subianto juga melakukan penandatanganan aturan mengenai organisasi dan tata kelola Danantara.
"Pada hari ini hari Senin tanggal 24 Februari 2025 saya Presiden Republik Indonesia menandatangani Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2025 tentang perubahan ketiga atas Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara dan Peraturan Pemerintah Nomor 10 tahun 2025 tentang Organisasi dan Tata Kelola Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara," kata Prabowo dalam keterangannya.
Prabowo juga menandatangani Keputusan Presiden (Keppres) tentang pengangkatan dewan pengawas dan badan Danantara.
"Selanjutnya saya juga menandatangani Keputusan Presiden Nomor 30 tahun 2025 tentang pengangkatan dewan pengawas dan badan pelaksana badan pengelola investasi Daya Anagata Nusantara," kata Prabowo.
Disebutkan, Presiden ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono dan Presiden ke-7 Joko Widodo diketahui bakal duduk di Dewan Pengawas Badan Pengelola Investasi (BPI) Danantara
Prabowo sebelumnya telah meminta para presiden sebelumnya sebagai pengawas BPI Danantara. Prabowo bahkan meminta para pemimpin agama juga ikut mengawasi Danantara yang mengelola duit negara.
Danantara akan bertanggung jawab dalam mengelola aset negara senilai senilai USD900 miliar atau Rp14.715 triliun. Badan ini akan mengendalikan pengelolaan dari tujuh Badan Usaha Milik Negara (BUMN) terbesar di Indonesia, termasuk Bank Rakyat Indonesia, Bank Mandiri, Pertamina, PLN, Telkom, MIND ID, dan Bank Negara Indonesia. Dengan skala aset yang sangat besar, Danantara diharapkan dapat menarik investasi asing dan mempercepat pertumbuhan ekonomi nasional.
Danantara telah mengadopsi ketentuan dalam Undang-Undang BUMN yang baru, sehingga berada di luar cakupan pengawasan langsung KPK dan BPK. Namun, jika terjadi tindak pidana di dalamnya, proses hukum tetap dapat dilakukan. Dalam menjalankan fungsinya, Danantara akan diawasi oleh Dewan Pengawas Danantara, sementara DPR tetap memiliki peran dalam mengawasi jalannya lembaga ini.
Ketidakterlibatan KPK dan BPK dalam pengawasan Danantara menimbulkan kekhawatiran akan meningkatnya potensi korupsi di dalamnya. Hal ini semakin diperparah dengan besarnya aset yang dikelola, mencapai sekitar Rp14.000 triliun. Jumlah ini empat kali lipat lebih besar dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025 yang hanya sekitar Rp3.621 triliun. Jika dana APBN yang berada di bawah pengawasan KPK dan BPK saja masih rentan dikorupsi, maka potensi penyimpangan di Danantara yang tidak berada dalam pengawasan kedua lembaga tersebut menjadi ancaman serius.
Presiden ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono dan Presiden ke-7 Joko Widodo dipastikan akan menduduki posisi di Dewan Penasihat Badan Pengelola Investasi (BPI). Namun, Presiden ke-5 Megawati Soekarnoputri dikabarkan tidak masuk dalam susunan Dewan Penasihat.
Istana telah menawarkan posisi kepada Megawati, namun hingga kini belum ada respons dari pihaknya. Sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto mengusulkan agar para mantan presiden berperan dalam mengawasi Danantara. Bahkan, Prabowo juga mengajak para pemimpin agama, seperti Nahdlatul Ulama (NU), Muhammadiyah, dan Konferensi Waligereja Indonesia (KWI), untuk turut serta dalam pengawasan Danantara yang mengelola dana negara.
Keterlibatan mantan presiden dalam pengawasan Danantara ini menimbulkan tanda tanya besar. Sebagai lembaga keuangan dan investasi, idealnya pengawasan dilakukan oleh para profesional yang memiliki keahlian di bidang keuangan dan investasi, seperti akademisi, ekonom, serta ahli dari Bank Indonesia (BI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan industri keuangan lainnya. Sayangnya, para mantan presiden yang lebih dikenal sebagai politisi justru dilibatkan dalam struktur pengawasan ini.
Dalam struktur organisasi BPI Danantara, Dewan Penasehat sejajar dengan Dewan Pengawas dan bertugas memberikan nasihat strategis bagi Danantara serta pemerintah dalam pengelolaan BUMN. Berdasarkan Undang-Undang BUMN yang baru, Dewan Penasehat terdiri dari para ahli yang ditunjuk oleh Presiden, dengan mempertimbangkan keahlian mereka di bidang ekonomi, bisnis, dan kebijakan publik.
Badan Pelaksana bertugas menyelenggarakan pengurusan operasional badan, merumuskan dan menetapkan kebijakan badan, melaksanakan kebijakan dan pengurusan operasional badan, menyusun dan mengusulkan remunerasi dari Dewan Pengawas dan Badan Pelaksana kepada Dewan Pengawas.
Kemudian, menyusun dan mengusulkan rencana kerja dan anggaran tahunan beserta indikator kinerja utama kepada Dewan Pengawas.
Menyusun struktur organisasi badan dan menyelenggarakan manajemen kepegawaian termasuk pengangkatan, pemberhentian, sistem penggajian, remunerasi, penghargaan, program pensiun dan tunjangan hari tua, serta penghasilan lain bagi pegawai badan, serta mewakili badan di dalam dan di luar pengadilan.
(Kurniasih Miftakhul Jannah)