Ia optimistis, nilai perdagangan itu dapat melonjak dua kali lipat menjadi USD80 miliar dalam 2-3 tahun mendatang. Hal ini karena surplus perdagangan Indonesia terhadap AS yang sekitar USD18 miliar rencananya akan diseimbangkan dengan adanya negosiasi tarif yang dibuka oleh AS dengan permintaan nilai ekspor-impor Indonesia-AS menjadi setara.
Hal ini memungkinkan nilai impor dari AS akan meningkat US$18 miliar sebagai penyeimbang neraca perdagangan sehingga total perdagangan kedua negara diprediksi naik menjadi USD58 miliar atau hampir USD60 miliar.
“Sisanya USD20 miliar akan datang dari dua belah pihak saling ekspor-impor. Kita akan ekspor lebih banyak lagi karena Amerika tidak menerima (impor) dari beberapa negara, seperti China,” jelas Anin.
Anin juga melihat adanya peluang dagang Indonesia untuk AS terbuka bagi sektor tekstil dan produk tekstil (TPT), seperti alas kaki. Dengan begitu, secara bertahap, Indonesia bisa menambah ekspor senilai USD10 miliar. Sehingga nilai perdagangan antara Indonesia dan AS bisa bertambah lagi menjadi USD60-70 miliar.
Sebaliknya, AS memiliki peluang ekspor dalam bentuk komoditas pangan, seperti kedelai, gandum, susu, dan daging ke Indonesia. Proyeksi nilai perdagangan mencapai US$80 miliar pun disebut Anin sangat mungkin terealisasi.
Bahkan menurutnya, nilai perdagangan itu dapat meningkat hingga USD120 miliar atau nyaris setara dengan nilai perdagangan antara Indonesia dan China yang mencapai USD130 miliar.
“Ingat, kalau USD120 miliar itu sudah mulai sama dengan dagang (antara Indonesia) China yang USD130 miliar. Sekali lagi, ini penuh dengan catatan karena Kadin bukan yang bernegosiasi dengan pemerintah. Tetapi secara potensi ada, karena dibutuhkan dan kedua belah pihak ingin berdagang lebih,” tegasnya.
(Taufik Fajar)