Menurut Fahmi persoalan potongan aplikasi adalah ranah B2B atau business to business di mana pemerintah sebagai regulator.
“Jika DPR memaksakan untuk tetap masuk mengintervensi dengan menetapkan regulasi yang sebenarnya bukan kewenangannya, kami khawatir ini justru akan mengakibatkan seluruh aplikator gulung tikar dan jika ini terjadi maka DPR dan pemerintah wajib bertanggung jawab kepada puluhan juta driver online yg akan kehilangan pekerjaannya,” lanjut Fahmi.
Sebelumnya, anggota Komisi V DPR RI Adian Napitupulu melontarkan wacana potongan aplikasi menjadi maksimal 10%.
“Para driver mengaku sangat berat akibat potongan-potongan dari aplikator yang sangat tinggi, bahkan ada yang mencapai 30%,” ungkap Adian di DPR
Aturan komisi bagi pengemudi online telah diatur oleh pemerintah dalam Keputusan Menteri Perhubungan (KP) nomor 1001 tahun 2022. Aturan ini menetapkan biaya layanan atau komisi sebesar 20 persen dengan rincian biaya tidak langsung berupa biaya sewa penggunaan aplikasi paling tinggi sebesar 15% dan biaya penunjang sebesar 5%.
(Dani Jumadil Akhir)