Sementaraa itu, penolakan terhadap pasal-pasal tembakau dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 terus menguat. Sudarto bahkan menyarankan agar pasal-pasal tembakau dalam PP 28/2024 dibatalkan jika terbukti menghambat upaya penyelamatan industri padat karya.
“Proses deregulasi PP 28/2024 menurut saya wajar perlu disempurnakan, kalau perlu dibatalkan," tegasnya.
Dia menyoroti sejumlah ketentuan dalam PP 28/2024 yang dinilai membatasi ruang gerak IHT, seperti pembatasan iklan dan penjualan rokok, serta rencana penyeragaman kemasan rokok tanpa identitas merek (plain packaging) dalam Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes). Menurutnya, kebijakan ini akan menghambat penyerapan produk tembakau petani dan memicu efisiensi tenaga kerja yang berujung pada Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
“Saya sebagai Ketua PUK RTMM PT Djarum Kudus sangat tidak setuju dengan (pasal-pasal tembakau dalam) PP 28/2024 karena ini dapat menyengsarakan pekerja rokok,” tambah Ali.
Ali menambahkan bahwa pembatasan yang diatur dalam PP 28/2024 dapat menurunkan penjualan dan memicu gelombang PHK. Dia juga mengungkapkan bahwa para buruh telah melakukan aksi unjuk rasa ke Kementerian Kesehatan sebagai bentuk penolakan terhadap regulasi ini pada bulan Oktober lalu. Pada puncak aksi unjuk rasa, perwakilan Kementerian Kesehatan berjanji akan melibatkan serikat pekerja dalam proses penyusunan dan diskusi sejumlah aturan turunan PP 28/2024, namun hingga kini hal tersebut belum terealisasi.