Menteri Koperasi menyebut ada persyaratan ketat untuk menjadi pengurus kopdes merah putih. Para calon pengurus harus lolos pemeriksaan sistem layanan informasi keuangan (SLIK), yang berarti mereka tidak boleh memiliki riwayat keuangan yang buruk atau bermasalah.
Selain itu, tidak boleh ada hubungan kekeluargaan antara pengurus koperasi dengan perangkat desa.
“Jadi diharapkan semua pengurus kopdes merah putih itu lolos dari sistem laporan informasi keuangan, alias tidak cacat dan tidak bermasalah,” kata dia.
Mengenai keanggotaan koperasi, Budi Arie menjelaskan bahwa masyarakat desa tidak diwajibkan untuk bergabung.
Dia menekankan bahwa koperasi bersifat sukarela, mandiri, dan berdasarkan gotong royong. Namun, pemerintah akan mendorong partisipasi masyarakat dengan menawarkan strategi seperti diskon belanja bagi anggota koperasi.
Berdasarkan Petunjuk Pelaksanaan Menteri Koperasi RI Nomor 1 Tahun 2025, ada beberapa syarat yang wajib dipenuhi untuk menjadi pengurus Koperasi Merah Putih. Berikut beberapa syarat utamanya:
- Anggota aktif koperasi yang berintegritas dan memiliki pemahaman mengenai dunia perkoperasian, loyal, dan berdedikasi.
- Memiliki jiwa kewirausahaan dan mampu secara teknis.
- Tidak memiliki hubungan darah atau hubungan semenda tingkat pertama dengan pengurus lain atau pengawas.
- Bukan perangkat desa atau kelurahan.
- Komposisi pengurus harus ganjil yakni minimal terdiri dari lima orang.
- Pengurus berhak menunjuk pengelola operasional koperasi dengan wewenang terbatas.
Sementara itu, Budi Arie Setiadi menjelaskan bagaimana setiap koperasi desa merah putih berpotensi menghasilkan keuntungan hingga Rp1 miliar per tahun atau Rp80 triliun untuk 80 ribu koperasi.
Budi Arie mengatakan bahwa angka tersebut berasal dari pemangkasan peran perantara yang merugikan dan efisiensi penyaluran subsidi.
Dia mengungkapkan bahwa data, termasuk dari Kementerian Pertanian, menunjukkan bahwa para “middleman”, rentenir, dan tengkulak bisa mengantongi hingga Rp300 triliun dari desa.
Menurut Budi Arie, ini terjadi salah satunya karena selisih harga yang sangat timpang antara harga di tingkat petani/produsen dan harga jual di perkotaan. Sebagai contoh, wortel yang dibeli Rp500 dari petani bisa dijual Rp5.000 di kota.
“Nilai orang tengah ini terlalu besar. Jadi tidak adil buat masyarakat desa, tidak adil juga buat masyarakat kota,” ujar Budi Arie.
Dengan efisiensi jalur distribusi melalui koperasi desa, Budi Arie memperkirakan Ro90 triliun atau sekitar 30 persen dari total Rp300 triliun tersebut dapat diselamatkan dan dialirkan kembali ke desa. Angka inilah, yang menurut dia, menjadi salah satu asal-usul perhitungan potensi keuntungan Rp1 miliar per unit koperasi.