JAKARTA - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto membantah isu keberadaan fenomena rombongan jarang beli (rojali) dan rombongan hanya nanya-nanya (rohana) dalam perekonomian nasional.
Menurutnya, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal II 2025 yang mencapai 5,12 persen menjadi bukti nyata bahwa daya beli masyarakat tetap terjaga.
“Ini menunjukkan bahwa terkait dengan isu rohana dan rojali ini isu yang ditiup-tiup. Jadi faktanya berbeda," tegas Airlangga dalam konferensi pers di kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Selasa (5/8/2025).
Dia menambahkan, tekanan inflasi inti yang terkendali juga mencerminkan stabilitas daya beli masyarakat di tengah ketidakpastian ekonomi global.
"Core inflation di angka 2,32 persen dan dibandingkan per provinsi kita lihat beberapa provinsi tinggi. Artinya daya beli ataupun masyarakat di tengah ketidakpastian global masih melakukan konsumsi secara kuat dan angka ini ditunjukkan dari angka inflasi," kata Airlangga.
Airlangga mencontohkan, kinerja keuangan sektor riil, baik di pabrik maupun jaringan minimarket besar, juga tumbuh kuat pada semester I 2025. Tiga perusahaan yang dia sebutkan mencatat pertumbuhan masing-masing 4,99 persen, 6,85 persen, dan 12,87 persen.
Sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan pertumbuhan ekonomi Indonesia kuartal II 2025 sebesar 5,12 persen secara tahunan (year on year).
"Kalau kita lihat ekonomi kita masih solid dan memang rencana kita di semester II kita menargetkan sasaran di 5,2 persen bisa dicapai. Namun apa yang diumumkan (oleh BPS) tadi pagi Alhamdulillah kita kembali ke jalur 5 persen jadi 5,12 persen," ujarnya.
Sebagai perbandingan, pada kuartal I 2025 pertumbuhan ekonomi Indonesia tercatat sebesar 4,87 persen.
Airlangga menjelaskan, capaian tersebut menempatkan Indonesia di posisi kedua tertinggi di dunia setelah Tiongkok yang mencatat pertumbuhan 5,2 persen pada periode yang sama.
"Beberapa negara di bawah kita seperti Malaysia dan Singapura. Kemudian berbagai negara lain, Amerika Serikat tumbuh 2 persen dan Korea Selatan juga relatif rendah. Sehingga di antara negara G20 dan ASEAN, kita salah satu yang tertinggi," katanya.
Di tempat berbeda, Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi menyayangkan adanya istilah rojali (rombongan jarang beli) dan rohana (rombongan hanya nanya) di kalangan masyarakat. Prasetyo pun menilai ini menjadi sebuah lecutan bagi pemerintah.
“Menurut pendapat saya, istilah itu jangan dijadikan sebagai sebuah joke atau lelucon. Itu adalah sebuah lecutan bagi kita bahwa memang masih banyak yang harus kita perjuangkan, masih banyak yang harus kita benahi,” kata Prasetyo.
Oleh karenanya, Prasetyo tidak merasa senang dengan adanya istilah tersebut. “Saya sih terus terang tidak terlalu gembira dengan istilah itu,” ungkapnya.
(Dani Jumadil Akhir)