Ibrahim juga mengidentifikasi beberapa faktor utama yang membuat harga emas (sebagai safe haven) terus melonjak seperti perselisihan antara Partai Republik dan Partai Demokrat di Kongres yang menyebabkan ancaman shutdown pemerintahan federal masih terjadi, menciptakan ketidakpastian politik.
Situasi diperparah oleh penolakan Jaksa Agung terhadap perintah Presiden Donald Trump untuk mengerahkan 200 Garda Nasional (National Guard) ke Oregon untuk mengatasi demonstrasi di kantor imigrasi.
Di tengah ketidakpastian federal, 99 persen para ekonom bereskpektasi Bank Sentral Amerika (The Fed) akan memangkas suku bunga 25 basis poin pada pertemuan di bulan Oktober, yang membuat Dolar AS melemah dan emas menguat.
Terpilihnya politisi konservatif, Taka Ichi, sebagai pemimpin Partai Demokrat Liberal yang dikenal dovish dalam hal fiskal. Hal ini mengindikasikan Bank Sentral Jepang kemungkinan tidak akan menaikkan suku bunga, mempertahankan pelemahan Yen dan mendukung penguatan aset safe haven.
Perang dagang antara AS dan China diperkirakan masih akan berkecamuk, terutama setelah biaya impor AS dari China dinaikkan dua kali lipat, mengindikasikan masalah ekonomi di China.
Di Eropa, Ukraina terus mengintensifkan serangannya terhadap fasilitas energi Rusia, menargetkan kilang minyak terbesar seperti kilang Kirishi. Peningkatan serangan ini dilakukan setelah menteri keuangan negara-negara G7 mengambil langkah untuk meningkatkan tekanan terhadap Rusia.
Meskipun di Timur Tengah ada sedikit sinyal positif setelah Presiden Trump mengatakan diskusi antara Israel dan Hamas sangat positif, ketegangan di Eropa dimana Rusia adalah anggota OPEC+ dan memiliki cadangan minyak terbesar masih membara dan akan terus memengaruhi perekonomian global, sehingga mendorong kenaikan harga emas.
"Nah sehingga apa? Sehingga ini akan berpengaruh terhadap perekonomian secara global. Nah ini yang membuat harga emas dunia terus mengalami kenaikan," pungkas Ibrahim.
(Dani Jumadil Akhir)