Kebijakan tersebut hadir di tengah proyeksi permintaan ekspor batu bara global yang masih tumbuh moderat. Asosiasi Pertambangan Batu Bara Indonesia (APBI) memperkirakan kebutuhan pasar ekspor global akan mencapai sekitar 1,069 miliar ton pada 2026, atau tumbuh sekitar 0,5 persen.
Ketua Umum APBI-ICMA Priyadi menyatakan bahwa batu bara masih menjadi sumber energi andalan dalam jangka pendek dan menengah, terutama bagi negara-negara berkembang.
“Permintaan dari pasar seperti China dan India akan tetap stabil dan kuat, didorong kebutuhan energi untuk pemulihan industri dan pertumbuhan ekonomi meskipun berangsur menurun,” ujar Priyadi di Jakarta, Kamis (27/11/2025).
Selain China dan India, APBI mencatat potensi pertumbuhan ekspor juga datang dari negara-negara Asia Tenggara seperti Vietnam dan Filipina.
APBI menargetkan produksi batu bara nasional 2025 berada di kisaran 740 juta ton, turun signifikan dibandingkan realisasi produksi 2024 yang mencapai 836 juta ton. Hingga Oktober 2025, produksi telah mencapai 661,16 juta ton, atau sekitar 89,9 persen dari target.
Sementara itu, ekspor batu bara tahun ini diperkirakan mencapai 500 juta ton, dengan realisasi hingga Oktober 2025 sebesar 418 juta ton.
Meski peluang ekspor masih terbuka, APBI menegaskan komitmen anggotanya dalam memenuhi Domestic Market Obligation (DMO) tetap menjadi prioritas utama.
“Pemenuhan pasokan batu bara untuk kebutuhan dalam negeri, khususnya sektor ketenagalistrikan, tetap menjadi prioritas untuk menjaga ketahanan energi nasional,” kata Priyadi.
Dengan prospek ekspor yang masih solid dan kebijakan bea keluar yang tengah disiapkan pemerintah, sektor batu bara diproyeksikan tetap menjadi kontributor penting bagi penerimaan negara dalam beberapa tahun ke depan.
(Dani Jumadil Akhir)