JAKARTA - Pilihan pemerintah menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi menjadi Rp6.000 per liter pada 1 April mendatang karena pemerintah sengaja memotong porsi subsidi dan juga karena besarnya belanja birokrasi.
"Subsidi yang dianggarkan dalam APBN makin lama porsinya makin menciut, subsidi energi menurun dari 23,21 persen di 2004 turun menjadi 18,8 persen di APBN-P 2012. Ini menunjukkan subsidi memang hendak dikurangi dan dihilangkan secara sistematis oleh pemerintah," ungkap Ekonom Indef Ahmad Erani Yustika saat konferensi pers di Hotel Millenium, Jakarta, Rabu (28/3/2012).
Alasan kedua karena adanya politik fiskal pemerintah yang makin menjauh dari upaya pembangunan dan kesejahteraan masyarakat. Di APBN 2004-2012, dalam catatan Indef, belanja pemerintah tumbuh 19,05 persen, di mana pemerintah pusat tumbuh 16,6 persen tetapi belanja pegawainya justru tumbuh 19,6 persen dan barang 38 persen di periode yang sama.
"Artinya politik fiskal selama ini untuk menyantuni birokrasi, bukan kesejahteraan masyarakat. Karenanya, argumen subsidi sebagian besar dinikmati oleh kelompok kaya menjadi menjadi kurang bermakna," lanjut dia.
Indef juga mendata, bahwa akibat kenaikan BBM subsidi akan membuat harga-harga merangkak bahkan sebelum BBM naik. "Dengan deskripisi ini, Indef merekomendasikan agar kenaikan harga BBM ditunda," lanjut dia.
Dampak ke makroekonomi Indonesia sendiri, akibat kenaikan ini, menurut Indef akan membuat pertumbuhan ekonomi di angka 5,8 persen yang disebabkan karena penurunan investasi yang jatuh yang disebabkan oleh kenaikan suku bunga kredit.
"Angka inflasi juga naik tiga sampai empat persen karena daya beli jatuh. Masyarakat miskin daya belinya berkurang sekira 10-15 persen dan kemiskinan naik 1,1 sampai 1,3 persen atau sekira 1,5 juta penduduk.
Jika angka ini diakumulasikan, keseluruhan pendapatan nasional atau PDB akan berkurang Rp 125 triliun dibanding jika BBM tidak dinaikkan. Angka ini juga belum melihat efek kelanjutan dampak efek lanjutan terhadap kenaikan pengangguran, penurunan ekspor dan lain sebgainya.
(Martin Bagya Kertiyasa)