Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement

JK: Pengusaha Tak Banyak, Negara Tak Maju

Arpan Rachman , Jurnalis-Minggu, 26 Agustus 2012 |15:49 WIB
JK: Pengusaha Tak Banyak, Negara Tak Maju
Jusuf Kalla. (Foto: Koran SI)
A
A
A

MAKASSAR - Mantan Wakil Presiden RI Jusuf Kalla mengungkapkan, minimnya jumlah pengusaha dari total populasi penduduk Indonesia membuat kemakmuran masyarakat berjalan tersendat-sendat. Kekurangan pelaku industri, dinilainya, menjadi salah satu kendala penghambat kemajuan bangsa.

Demikian disampaikan pria yang akrab disapa JK, saat membuka Musyawarah Kerja Nasional Kerukunan Keluarga Sulawesi Selatan (Mukernas KKSS) yang bersambung dengan acara PSBM (Pertemuan Saudagar Bugis Makassar), di Menara Bosowa, Makassar, Minggu (26/8/2012).

"Pengusaha di Indonesia ini kurang satu persen dari populasi penduduk. Bila dibandingkan misalnya dengan Malaysia, yang punya pengusaha dua persen dari jumlah penduduknya, kita masih kalah," ujar JK.

Diuraikannya, pemerintah seyogyanya dapat merangsang pertumbuhan jumlah pengusaha supaya Indonesia dapat terus maju untuk bersaing secara ekonomi dengan negara-negara lain di dunia.

JK mengingatkan bahwa dunia sekarang dikuasai oleh kebutuhan pangan, air, energi, dan logam. Keempat rupa penguasaan tersebut hanya bisa dipenuhi apabila sebuah negara memiliki banyak pengusaha yang mumpuni.

"Dulu yang dijual ke luar adalah tanah-air benar-benar berupa tanah dan air, tetapi untunglah sekarang tidak boleh lagi. (Saat ini) hanya isinya saja yang bisa diambil, sehingga tanah dan airnya tetap terjaga," kata JK seraya menekankan penguasaan kebutuhan itu harus mampu dimanfaatkan pula oleh para pengusaha asal Indonesia.

Ketua Palang Merah Indonesia (PMI) yang pada hari-hari belakangan ini masih disibukkan dengan urusan mendamaikan konflik rasial yang menimpa orang-orang Rohingya dari tindasan yang tidak berperikemanusiaan di perbatasan Myanmar itu, membeberkan salah satu kiat sukses berusaha, yaitu, agar para pengusaha khususnya di kalangan PSBM meniru pengusaha tionghoa,

"Bila melihat rekan-rekan kita para pengusaha Tionghoa itu mereka tidak berusaha berdasarkan deret hitung melainkan deret ukur," ujarnya.

"Bila seorang pengusaha punya lima anak, semua anak diberi masing-masing satu toko. Dari satu anak taruhlah ada tiga cucu, ketiga cucu itu juga mendapat toko. Dari model itu, maka usaha mereka dapat terus berkembang pesat," sambung JK sambil  mencetuskan bahwa pengusaha biasanya mengambil keputusan berdasarkan akurasi perhitungan.

Akibat mengambil keputusan berdasarkan deret hitung, sebuah perusahaan setelah berjalan dua generasi akan jatuh sendiri karena generasi ketiga tidak turut dilibatkan sejak awal. Hal itu, disebutnya, menjadi contoh kegagalan yang biasa terjadi dari sebuah usaha di kalangan saudagar Bugis Makassar.

Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Telusuri berita finance lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement