JAKARTA - Potensi kerugian bagi perekonomian Indonesia terus meningkat setiap tahunnya. Survei Masyarakat Indonesia Anti-Pemalsuan (MIAP) dan Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (FEUI) terhadap tujuh produk yang sering dipalsukan pada 2014, diperkirakan merugikan perekonomian hingga Rp65,1 triliun. Angka tersebut melonjak tajam dari survei 2010 yang memperkirakan potensi kerugian perekonomian di level Rp43,2 triliun.
Sekretaris Jenderal MIAP Justisiari P Kusumah menjelaskan, hasil survei 2014 mencatat bahwa komoditas pakaian, tinta printer, barang dari kulit, dan software merupakan produk-produk palsu yang paling banyak beredar.
"Persentase produk tinta printer mencapai 49,4 persen, pakaian palsu mencapai 38,90 persen, diikuti barang dari kulit 37,20 persen, dan software 33,5 persen. Sisanya produk kosmetik palsu 12,60 persen, makanan dan minuman palsu 8,5 persen, dan produk farmasi palsu 3,80 persen," ungkap Justisiari dalam keterangannya, di Jakarta, Kamis (26/2/2015).
Hasil yang tak kalah menarik, lanjut Justisiari, di luar ketujuh industri yang menjadi objek survei MIAP tersebut banyak juga industri lain yang rentan terhadap praktik pemalsuan, seperti spare part automotif, oli (pelumas), dan produk-produk lain yang secara nyata merugikan konsumen.