Enny Sri Hartati, Direktur Institute for Development of Economic and Finance (INDEF) dan Direktur Eksekutif CORE Indonesia Hendri Saparini menilai pelemahan tersebut akan memukul industri dalam negeri.
“Pada saat rupiah itu melemah, tentu saja biaya produksi industri menjadi tinggi, sehingga akan mendesak daya saing,” kata Direktur Eksekutif CORE Indonesia Hendri Saparini, Selasa (25/8/2015).
Lebih detil lagi, Enny merinci, selain persoalan bahan baku, industri juga akan terpukul oleh utang luar negeri yang mereka pikul. Utang dalam dolar AS menyebabkan biaya pembayaran meningkat. Meningkatnya beban tersebut meningkatkan biaya modal, yang ujung-ujungnya meningkatkan harga produksi barang.
Dia mencontohkan berbagai sektor industri yang terpukul oleh pelemahan rupiah. Diantaranya elektronik, otomotif, termasuk properti. “Properti meningkat cukup tajam karena banyak pengembang yang sumber pembiayaannya dari utang luar negeri,” ungkap Enny.
Dampak dari pelemahan rupiah yang berpengaruh di tingkat produsen tersebut, akan dirasakan oleh seluruh masyarakat. Baik ekonomi menengah atas, maupun masyarakat bawah. Sebab barang konsumsi sehari-hari tidak lepas terkena pengaruh dari melemahnya rupiah. Enny mencontohkan makanan ringan yang produk kemasannya juga berbahan baku impor.