JAKARTA - Undang Undang No. 34/2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji mengamanatkan dana haji dikelola secara korporasi dan profesional agar memberikan manfaat yang besar bagi penyelenggaraan ibadah haji yang berkualitas, rasionalitas dan efisiensi dalam penggunaan biaya penyelenggaraan ibadah haji (BPIH), dan kemaslahatan umat Islam.
Chairman Center for Islamic Studies in Finance, Economics, and Development (CISFED) , Farouk Abdullah Alwyni mengatakan, ke depan, pengembangan investasi dari dana haji akan menjadi hal yang sangat penting untuk memberikan manfaat secara optimal. Apalagi bila menilik audit BPK pada 2015, pengelolaan dana haji defisit Rp414 miliar padahal tahun sebelumnya bisa surplus Rp145 miliar.
“Salah satu persoalan yang menyebabkan defisit di antaranya adalah penempatan investasi di instrumen-instrumen keungan yang kurang memberikan tingkat keuntungan tinggi,” ungkap Farouk dalam keterangan tertulisnya di Jakarta.
Baca Juga:
Berdasarkan data dari laporan audit BPK, tingkat pendapatan investasi di 2015 hanya 4,7%, nilai yang relatif kecil.
“Defisit juga terjadi akibat ‘currency mismatch’ di mana diestimasikan 85% pengeluaran dalam bentuk valuta asing, sedangkan hanya 15% pemasukan yang diperkirakan berasal dari valuta asing, atau bahkan bisa jauh lebih kecil” jelas dia.