MEDAN – Kalangan buruh di Sumatera Utara sepertinya belum satu suara dengan pemerintah dan pelaku usaha, yang memberikan sinyalemen persetujuan kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi.
Ketua Dewan Pengurus Wilayah Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Sumatera Utara Minggu Saragih mengatakan, buruh di Medan akan kembali turun ke jalan untuk menolak kenaikan harga BBM bersubsidi.
Pasalnya, dengan asumsi kenaikan sebesar Rp500-Rp1.000 yang diwacanakan pemerintah, secara langsung akan menambah biaya transportasi para buruh sebesar Rp30 ribu-Rp50 ribu per bulan. Belum lagi kenaikan harga BBM bersubsidi juga akan mendorong naiknya harga komoditi utama pangan.
"Yang kemarin saja upah kita belum disesuaikan dengan tingkat kehidupan layak yang sebenarnya. Sekarang kita harus menghadapi 'sunatan masal' kenaikan harga BBM bersubsidi," kata dia di Medan, Selasa (16/4/2013).
"Ya membengkaklah pengeluaran. BBM bukan cuma persoalan transportasi, tapi juga soal biaya makan yang tentunya juga meningkat. Pemerintah berpikirlah, mereka harusnya dapat memberikan alternatif pada masyarakat, dengan upayanya. Bukan dengan langkah instan. Kalau memang enggak sanggup, ya mundur saja,” jelasnya.
Dia menambahkan, rencana pemerintah menyalurkan Bantuan Langsung Tunai (BLT) untuk membantu masyarakat miskin menghadapi inflasi yang mungkin timbul akibat kenaikan harga BBM bersubsidi ini kurang relevan.
Dia menuding, skema pembatasan BBM yang selama ini dilakukan pemerintah, merupakan bentuk kesengajaan agar pemerintah dapat kembali menyalurkan BLT, guna kepentingan politiknya.
"Kalau soal BLT saya lebih melihat motivasi politisnya dibandingkan motivasi kesejahteraan sosial. Ini menjelang pemilu, seperti lima tahun lalu saya pikir pemerintahan saat ini ingin kembali mengulang kesuksesan pembagian BLT pada masyarakat. BLT juga pada kenyataannya tidak pernah menguntungkan buruh, karena buruh bukan bagian dari penerima BLT," tutupnya.
(Martin Bagya Kertiyasa)