Semakin restriktif kebijakan tersebut semakin sedikit pula investasi asing yang masuk. Hal ini terutama berlaku kepada investasi di sektor sekunder dan tersier. Untuk investasi di sektor primer lebih tergantung pada ketersediaan sumber daya alam. Selain DNI, kebijakan lain yang dianggap Bank Dunia menghambat investasi asing adalah langkah pemerintah melakukan pemutusan perjanjian investasi bilateral (BITs) yang memungkinkan investor asing mengajukan sengketa di luar Indonesia.
Kebijakan perdagangan bebas (FTA) juga dinilai Bank Dunia bisa menggenjot aliran investasi asing ke Indonesia. Dihubungi terpisah, pengamat ekonomi dari Institute of Development Economics and Finance (INDEF), Bhima Yudhistira Adinegara menilai, kebijakan DNI sebenarnya sudah cukup liberal karena sektorsektor usaha yang tadinya dilindungi sudah dibuka untuk asing.
Namun sayang, sektor-sektor usaha yang dibuka pada 2016 tersebut hingga saat ini belum terbukti menarik minat investor untuk masuk ke Indonesia. Sebelumnya, Indonesia juga dikenal ramah dengan memberi karpet merah di sektor usaha strategis bagi asing, seperti perbankan, minyak dan gas, serta pertambangan.
“Jadi, obat yang diberikan pemerintah salah. Penyebab minat investor rendah lebih pada daya saing dan kemudahan berusaha serta kondisi stabilitas politik. Tiga faktor ini yang dinilai belum mencerminkan perbaikan yang signifikan,” kata dia.
Karena itu, Bhima mengatakan, pemerintah perlu meninjau ulang rencana membuka terlalu luas sektor-sektor usaha yang bersifat strategis seperti sektor perikanan dan pariwisata. Hal ini dinilainya pertumbuhan ekonomi nantinya dikhawatirkan dinikmati lebih banyak oleh pihak asing daripada masyarakat lokal.
(Rizkie Fauzian)