Menurut dia, hingga 2025 perubahan kontrak bagi hasil dari skema cost recovery menjadi gross split ditargetkan mencapai 33 KKKS. Adapun untuk saat ini masih terdapat 85 KKKS yang menggunakan kontrak bagi hasil migas dengan skema cost recovery.
Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arcandra Tahar mengatakan, perubahan kontrak bagi hasil dengan skema cost recovery menjadi gross split bagi KKKS selain bertujuan meningkatkan efisiensi, juga tetap menjaga nilai keekonomian wilayah kerja migas.
Perubahan tersebut diharapkan bisa meningkatkan investasi migas di Indonesia.”Dengan perubahan aturan gross splitkontraktor bisa menikmati bagi hasil yang lebih baik dari skema sebelumnya,” ucap dia.
Baca juga: Evaluasi Blok Terminasi Lambat, KESDM ke Pertamina: Kembalikan Saja kalau Tidak Ekonomis
Setidaknya ada delapan poin yangdiubahpada PermenESDM No 8/2017 di antaranya, komponen progresif kumulatif produksi migas, komponen progresif harga minyak, komponen progresif harga gas bumi, komponen variabel status lapangan, komponen variabel tahapan produksi, komponen variabel kandungan hidrogen-sulfida (H2S), komponen variabel ketersediaaninfrastruktur, dandiskresipemerintah.
Poin perubahan pertama tertuangpada Pasal6(ayat4dan 4a) bahwa bagi hasil komponen progresif, yaitu dari produksi migas. Jika produksi migas secara kumulatif di bawah 30 juta barel setara minyak (MMBOE), KKKS akan mendapat bagi hasil (split) 10%.