Pakar administrasi publik Universitas Indonesia (UI) Lina Miftahul Jannah mengingatkan agar penyusunan kebutuhan PNS benar-benar dilakukan secara serius. Hal ini beralasan karena banyak instansi, terutama pemda, yang asal-asalan dalam menyusun analisis jabatan (anjab) dan analisis beban kerja (ABK).
“Jangan formalitas dan hanya di atas kertas. Saya dulu sempat terlibat untuk evaluasi moratorium 2011, kondisinya ternyata banyak ABK yang hanya formalitas,” ungkapnya.
Menurut dia, masih banyak pemda yang cenderung hanya mengusulkan jumlah kekurangan pegawai tanpa mempertimbangkan kondisi aparatur yang ada. Padahal yang juga penting adalah mempertimbangkan kompetensi pegawai yang ada saat ini. Dengan cara ini, rekrutmen CPNS nantinya benar-benar berpijak pada kebutuhan instansi, bukannya justru menjadi beban di kemudian hari. Melihat kondisi tersebut, tandas Lina, kemampuan anggaran daerah mutlak dipertimbangkan secara matang.
Baca Juga: Wacana Pembukaan CPNS 2018, BKN: Setiap Tahun yang Pensiun 150.000 Pegawai
Dia mengungkapkan, selama ini tidak sedikit daerah memaksa membuka rekrutmen, tetapi memiliki rasio belanja pegawai yang lebih dari 50%. Kondisi ini jelas akan berdampak pada pembangunan di daerah. “Ada daerah yang tidak bisa mengontrol belanja pegawainya hingga mencapai 70%. Sisa 30% ini mau pembangunan apa yang dilakukan? Jadi harus di prioritaskan belanja pembangunannya,” tegas dia. Lina juga meminta Kemenpan-RB secara cermat memverifikasi usulan formasi dari pemda ataupun instansi pusat. Jangan sampai ada juga jual beli dalam penetapan kebutuhan.
Deputi Bidang Sumber Daya Manusia (SDM) Aparatur Kemenpan-RB Setiawan Wangsaatmaja sebelumnya mengungkapkan, Kemenpan-RB mengusulkan kuota CPNS untuk tahun 2018 sebanyak 250.000 kepada Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Usulan tersebut didasarkan pada jumlah PNS yang pensiun sampai 2018. Setiawan mengatakan, angka 250.000 merupakan kuota maksimal yang mungkin dibuka. Pasalnya pemerintah tidak akan melakukan rekrutmen melebihi jumlah PNS yang pensiun.