Eksportir Ini Kirim 150 Ton Hasil Laut Indonesia Tiap Bulan ke Amerika

Koran SINDO, Jurnalis
Rabu 10 Januari 2018 13:49 WIB
Hasil laut (Foto: Okezone)
Share :

BAGI Eddy Handoko, lautan luas yang dimiliki Indonesia adalah berkah. Lautan luas Indonesia tentu menyimpan kekayaan yang tak akan habis yaitu ikan.

Sejak bekerja di Surabaya, Jawa Timur, Eddy sudah sangat mengenal dunia perikanan. Selama tujuh tahun laki-laki asal Semarang, Jawa Tengah, ini bekerja di sebuah perusahaan yang mengelola udang. Tentu bukan hanya udang yang dia tekuni, jenis ikan lain dan bagaimana memasarkan ikan Indonesia dia pelajari.

Dengan begitu, ketika memutuskan untuk berdiri di kaki sendiri, yaitu mendirikan perusahaan pembekuan ikan pada 2003 dia telah merasa mantap. Eddy pun memutuskan membangun perusahaan pembekuan ikan bernama Indotropic Fishery di Luwuk, Kabupaten Banggai, Sulawesi Tengah.

”Tapi, dua tahun saya sempat frustrasi karena buyer tentu pilih-pilih produk,” kata Eddy.

Daerah Luwuk, Kabupaten Banggai, memang akhirnya dipilih setelah mempertimbangkan daerah yang lain. Kekayaan laut dan pelabuhan untuk pengapalan produknya menjadi pertimbangan.

Selain itu, laut yang masih jauh dari polusi dengan ikan tropis melimpah serta jarak tempuh tangkapan yang singkat membuat ikan-ikan di Kabupaten Banggai masih sangat segar untuk dipasarkan.

Dengan one day catch, konsumen akan mendapatkan jenis ikan yang masih segar. Pada website Indotropic Fishery Eddy menuliskan tentang kelebihan laut Sulawesi dengan tradisi nelayan-nelayan yang telah berabad-abad.

”Bentuk pulau yang unik dengan garis pantai yang panjang dan melengkung serta banyak jurang dengan pulau-pulau kecil di sekitarnya adalah sumber gurita dan ikan tropis yang melimpah.

Laut airnya yang hangat bebas dari polusi,” begitu kata pengantar di website Indotropic Fishery.

Eddy tampak santai berbincang dengan KORAN SINDO. Bahkan, ketika sampai di pabrik di Desa Biak, Luwuk, Kab Banggai, Eddy langsung meminta tim KORAN SINDO mengenakan baju, topi, dan sepatu bot untuk meninjau pabriknya.

Tak terlalu besar, tapi sangat bersih dan rapi. Untuk masuk ke dalam pabrik, semuanya harus steril. Bahkan, beberapa kali sepatu bot harus dicelupkan ke air dengan campuran tertentu dan tangan harus dicuci. ”Ini kami menggunakan standar internasional karena produk kami ekspor,” kata Eddy.

Bahkan, baju yang dikenakan semua pegawainya tidak boleh dibawa pulang agar pencucian sesuai standar. Produk Indotropic Fishery terdiri atas octopus vulgaris dan octopus ball type. Sementara yang lain adalah ikan fillet, jenis ikan karang atau dasar, bukan ikan permukaan. Indotropic juga menyediakan cumi-cumi dan kakap laut.

Cara pengepakannya setelah semua produk dibersihkan, maka akan dibungkus dalam plastik. Untuk fillet diiris sesuai ukuran kebutuhan pesanan. Setelah itu semua produk akan dibekukan di ruang bersuhu minus 40 derajat lalu produk beku tersebut dikapalkan melalui kontainer khusus untuk diekspor.

”Sebanyak 80% kami ekspor ke Amerika Serikat, selebihnya Eropa dan negara lain,” ungkap Eddy.

Eddy tidak mau menjelaskan berapa nilai transaksi selama satu bulan. Namun, dia mengatakan setiap bulan Indotropic Fishery bisa mengirim 100-150 ton. Ketika ditanya apakah nilainya sekitar ratusan miliar, Eddy hanya tersenyum.

”Wah saya lupa berapa tiap bulan,” kata Eddy.

Untuk mengumpulkan produknya, Eddy merangkul distributor, bukan langsung kepada nelayan. Tujuannya distributor akan memilah langsung ikan yang dia butuhkan. Sebab, pasar luar negeri dan dalam negeri berbeda, sedangkan Indotropic Fishery lebih fokus pada pasar luar negeri.

”Semua (produk) dari nelayan lokal Pak, pegawai kami juga dari masyarakat sini,” kata Eddy.

Dia setiap hari mempekerjakan antara 60-120 orang, tergantung pada musim tangkapan. Semua pegawai pun dibuatkan asrama.

Dia bersyukur dengan kebijakan pemerintah saat ini yang tegas terhadap pencurian ikan di laut. Namun, dia meminta pemerintah lebih tegas terhadap ABK negara lain yang mencuri ikan di perairan Indonesia. Jika kapal ditenggelamkan, Eddy juga mengusulkan para ABK tidak dideportasi tapi ditahan di Indonesia biar menimbulkan efek jera sehingga tidak kembali mencuri.

”Saya mendukung Pak sebelumnya itu kapal negara lain tidak hanya mengambil, tapi juga membekukan ikan di laut lalu langsung menjualnya,” ungkap dia. Lonjakan penjualan ketika justru Eropa mengalami krisis beberapa tahun yang lalu. Saat itu ekspor masih dikuasai Eropa. Nah, sejak krisis di Eropa, pasar Amerika Serikat justru mendominasi.

Pesaing utama di ASEAN, menurut Eddy, adalah Vietnam karena negara tersebut mempunyai teknologi dan budi daya yang sangat bagus.

”Kalau duka, pernah ikan saya tenggelam semua. Nilainya sekitar Rp500 juta- 600 juta, waktu itu saya belum mengenal asuransi. Tapi sekarang pihak kapal dan saya, pakai asuransi,” kata Eddy.

Djaka Susila

(Rani Hardjanti)

Halaman:
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita Finance lainnya