Bahkan, baju yang dikenakan semua pegawainya tidak boleh dibawa pulang agar pencucian sesuai standar. Produk Indotropic Fishery terdiri atas octopus vulgaris dan octopus ball type. Sementara yang lain adalah ikan fillet, jenis ikan karang atau dasar, bukan ikan permukaan. Indotropic juga menyediakan cumi-cumi dan kakap laut.
Cara pengepakannya setelah semua produk dibersihkan, maka akan dibungkus dalam plastik. Untuk fillet diiris sesuai ukuran kebutuhan pesanan. Setelah itu semua produk akan dibekukan di ruang bersuhu minus 40 derajat lalu produk beku tersebut dikapalkan melalui kontainer khusus untuk diekspor.
”Sebanyak 80% kami ekspor ke Amerika Serikat, selebihnya Eropa dan negara lain,” ungkap Eddy.
Eddy tidak mau menjelaskan berapa nilai transaksi selama satu bulan. Namun, dia mengatakan setiap bulan Indotropic Fishery bisa mengirim 100-150 ton. Ketika ditanya apakah nilainya sekitar ratusan miliar, Eddy hanya tersenyum.
”Wah saya lupa berapa tiap bulan,” kata Eddy.
Untuk mengumpulkan produknya, Eddy merangkul distributor, bukan langsung kepada nelayan. Tujuannya distributor akan memilah langsung ikan yang dia butuhkan. Sebab, pasar luar negeri dan dalam negeri berbeda, sedangkan Indotropic Fishery lebih fokus pada pasar luar negeri.
”Semua (produk) dari nelayan lokal Pak, pegawai kami juga dari masyarakat sini,” kata Eddy.
Dia setiap hari mempekerjakan antara 60-120 orang, tergantung pada musim tangkapan. Semua pegawai pun dibuatkan asrama.
Dia bersyukur dengan kebijakan pemerintah saat ini yang tegas terhadap pencurian ikan di laut. Namun, dia meminta pemerintah lebih tegas terhadap ABK negara lain yang mencuri ikan di perairan Indonesia. Jika kapal ditenggelamkan, Eddy juga mengusulkan para ABK tidak dideportasi tapi ditahan di Indonesia biar menimbulkan efek jera sehingga tidak kembali mencuri.
”Saya mendukung Pak sebelumnya itu kapal negara lain tidak hanya mengambil, tapi juga membekukan ikan di laut lalu langsung menjualnya,” ungkap dia. Lonjakan penjualan ketika justru Eropa mengalami krisis beberapa tahun yang lalu. Saat itu ekspor masih dikuasai Eropa. Nah, sejak krisis di Eropa, pasar Amerika Serikat justru mendominasi.
Pesaing utama di ASEAN, menurut Eddy, adalah Vietnam karena negara tersebut mempunyai teknologi dan budi daya yang sangat bagus.
”Kalau duka, pernah ikan saya tenggelam semua. Nilainya sekitar Rp500 juta- 600 juta, waktu itu saya belum mengenal asuransi. Tapi sekarang pihak kapal dan saya, pakai asuransi,” kata Eddy.
Djaka Susila
(Rani Hardjanti)