Cantrang, Hubungan Antara Presiden Jokowi dan Menteri Susi

Koran SINDO, Jurnalis
Rabu 07 Maret 2018 10:21 WIB
Ilustrasi: Foto Antara
Share :

Setelah keluar rekomendasi dari Ombudsman RI, KKP langsung meresponsnya dengan menunda pelarangan can trang dan memberikan wak tu transisi peralihan terhitung sejak 2015 dan berakhir pada Desember 2016.

Dengan demikian, selama masa transisi, can trang tetap bisa digunakan sebagai alat penangkapan ikan. Namun, polemik kemudian muncul lagi saat KKP mengakhiri masa transisi pada 31 Desember 2016 dan mulai memberlakukan Permen Nomor 2/2015.

Otomatis, para nelayan dan pengusaha perikanan yang menggunakan cantrang harus segera menggantinya. Sebagai mana dinyatakan KKP, pemberlakuan Permen me mang tidak bisa dihindari lagi.

Kendati demikian, pihaknya tetap memberi toleransi kepada para pengguna alat penang kap an ikan untuk segera menggantinya maksimal dalam waktu enam bulan atau berakhir pada Juni 2017.

Selama masa enam bulan ter sebut, KKP juga akan melakukan pendampingan secara intensif kepada para pengguna alat tangkap yang dilarang untuk bisa melakukan penggantian. Artinya, upaya penggantian akan didorong melalui pendampingan, dan tidak hanya dari pemberlakuan Permen.

Selain itu, pada masa tersebut, KKP atau aparat lain di negeri ini tidak akan melakukan penangkapan kepada nelayan ataupun kapal yang masih menggunakan cantrang. Namun, agar para pengguna memahami, pemerin tah berjanji hanya akan mem berikan teguran saja kepada para pengguna dan memberikan peringatan untuk segera menggantinya.

Di Indonesia, cantrang banyak digunakan di wilayah pantai utara Jawa dan sebagian kecil di sejumlah daerah lain di luar Pulau Jawa. Dari data yang di rilis KKP, pada 2015 tercatat ada 5.781 unit cantrang di seluruh Indonesia. Dari jumlah tersebut, 1.529 unit kemudian dila ku kan penggantian dengan alat penangkapan ikan ramah lingkungan.

Namun, meski proses penggantian masih terus berlangsung hingga sekarang, di awal 2017 KKP mencatat kenaikan alat tangkap can trang men jadi 14.357 unit. Menjadi sangat ironis, justru setelah dilarang dan diberi masa teng gang, jumlah cantrang justru semakin banyak.

Lantas, mengapa cantrang dilarang? Sesuai dengan Peraturan Menteri Kelautan dan Per ikanan Nomor 71/2016, larangan diberikan karena dianggap bisa merusak lingkungan. Dalam aturan tersebut, ada tiga alat yang dilarang, yakni pukat hela, pukat tarik, dan perangkap.

Ketiga jenis alat tersebut dilarang karena bisa merusak ekosistem kelautan. Oleh karena itu, KKP merilis pelarangan tersebut dengan tujuan untuk mewujudkan pemanfaatan sumber daya ikan yang bertanggung jawab, optimal, dan berkelanjutan.

Selain itu, juga untuk mengurangi konflik peman faat an sumber daya ikan berda sar kan prinsip pengelolaan sum ber daya ikan. Namun dari perkembangan yang ada, tampaknya memang tak mudah bagi Menteri Susi Pudjiastuti untuk memutuskan. Di satu sisi ekosistem ke lautan harus diselamatkan, tapi di sisi lain kebergantungan banyak nelayan kepada cantrang justru makin bertambah seiring meningkatnya jumlah cantrang terhitung sejak atur an pelarangan dimulai.

Akibatnya, para nelayan mengeluhkan masalah ini ke Presiden Joko Widodo. Namun sayang, tampaknya RI 1 cukup bersimpati dengan para pe milik cantrang sehingga beliau pun ber janji untuk memanggil Menteri Susi sesegera mung kin.

Selain itu, juga berjanji akan mem pertemukan para nelayan can trang dengan menteri wanita nan unik tersebut. Bagaimana pun, sebagai presiden, Jokowi memang harus berada di antara kepentingan untuk menyelamatkan eko sistem dan menoleransi kebergantungan nelayan kepada cantrang agar ada agar win-win solution. Apalagi tenggang waktu menuju Pemilihan Presiden 2019 makin dekat. Ya kan Pak De?

 

Jannus TH Siahaan

Doktor Sosiologi dari Universitas Padjadjaran

(Dani Jumadil Akhir)

Halaman:
Lihat Semua
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita Finance lainnya