JAKARTA - Beberapa waktu lalu Aliansi Nelayan Indonesia mengungkapkan bahwa dampak pelarangan cantrang membuat 600 kapal cantrang atau 80% total kapal di wilayah Tegal, Jawa Tengah, kini tak beroperasi.
Ada 12.000 anak buah kapal (ABK) dan nelayan cantrang di wilayah tersebut kehilangan pekerjaan dan berdampak pada 48.000 orang keluarga nelayan. Selain berdampak pada nelayan, kebijakan tersebut juga membuat 11 unit pengolahan ikan (UPI) dengan 550 pekerja ditutup.
Kemudian, 12 unit cold storage dengan 180 pekerja juga di tutup. Lalu, 864 buruh dan pe kerja pelabuhan perikanan menganggur. Sebanyak 101 pemilik kapal mengalami kredit macet. Utangnya mencapai Rp70 miliar. Itu baru di wilayah Tegal.
Daerah lain tentu juga merasakan dampaknya. Oleh karena itu, sejumlah perwakilan nelayan dari pantai utara Jawa, di antaranya Rembang, Kudus, dan Tegal, datang ke Jakarta untuk mendesak pemerintah membuka kebijakan pelarangan cantrang.
Berlarut-larutnya masalah cantrang bisa jadi karena koordinasi antar kementerian, antarkedinasan hingga instansi paling bawah tidak berjalan optimal. Pelarangan cantrang mengacu pada Peraturan Menteri (Permen) Kelautan dan Perikanan Nomor 2/2015 tentang Larangan Penggunaan Alat Penangkapan Ikan Pukat Hela (Trawl ) dan Pukat Tarik (Seine Nets).
Ada juga Permen Kelautan dan Perikanan Nomor 71/ 2016 tentang Jalur Penangkapan Ikan dan Penempatan Alat Penangkapan Ikan, Ini mengatur larangan penggunaan alat tangkap tidak ramah ling kungan, yaitu pukat hela, pukat tarik, termasuk cantrang. Peraturan ini berlaku sejak 1 Januari 2018.
Saat resmi diberlakukan, semua nelayan yang meng guna kan cantrang langsung menyatakan penolakan. Tidak hanya melalui aksi unjuk rasa, penolakan nelayan dan pengusaha perikanan juga dilakukan de ngan mendatangi Ombudsman RI.
Mereka mengeluhkan pelarangan tersebut. Saat itu Ombudsman RI lang sung merespons keluhan ter sebut dengan mengeluarkan rekomendasi kepada Ke menterian Kelautan dan Perikanan (KKP). Dalam rekomendasi tersebut, KKP diminta untuk melaksanakan masa transisi peralihan dari cantrang ke alat penangkapan ikan yang baru yang memenuhi kriteria ramah ling kungan seperti disyaratkan KKP.
Dengan kata lain, KKP harus menerapkan masa transisi, karena pelarangan pukat hela dan cantrang tidak terdapat dalam Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perikanan. Oleh karena itu dibutuhkan masa transisi dalam penerapannya.