JAKARTA - Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) tengah mengkaji penurunan tarif tol seiring diterimanya beberapa masukan yang disampaikan kepada pemerintah. Pasalnya, selama ini tarif tol yang ada saat ini dinilai terlalu mahal.
Menteri PUPR Basuki Hadimuldjono mengatakan, tujuan dibuatnya wacana penurunan tarif tol bukanlah maksud pemerintah untuk melakukan intervensi terhadap bisnis dana Badan Usaha Jalan Tol (BUJT). Menurutnya, pemerintah hanya mengubah model bisnis dalam menentukan tarif tol.
"(Jadi cuma mengusulkan) Bisnis plan ya. Pemerintah tidak bisa mengintervensi, menurunkan harga, tapi kita bicarakan, kita tetap menyesuaikan," ujarnya saat ditemui di Kantor Kementerian PUPR, Jakarta, Jumat (23/3/2018).
Menurut Basuki, dalam menurunkan tarif tol juga bukan semata-mata dengan menurunkan harga saja. Akan tetapi juga pemerintah tetap menghitung dengan mengacu pada Internal Rate of Ritern (IRR) agar tidak turun dari angka 15,5%.
"Saya kira itu. Jadi Pemerintah menurunkan, bukan serta-merta menurunkan tapi dihitung dengan kunci IRR-nya tidak boleh turun dari bussines plan sebelumnya," jelasnya.
Menurut Basuki, untuk menahan IRR pemerintah perlu memperpanjang angka konsesi dari tol tersebut dengan maksimal masa konsesi 50 tahun. Karena dengan begitu, masa pengembalian investasi bisa lebih panjang, sehingga Badan Usaha Jalan Tol (BUJT) bersedia melakukan penurunan tarif pada jalan tol yang dikelola.
"Pegangannya apa, IRR-nya harus tetap, tidak boleh turun. Kalau IRR turun, Financial nya tidak baik. Itu pasti investor akan mempertanyakan. Supaya IRR nya tetap tapi tarif nya turun, satu dengan memperpanjang konsesi," jelasnya.
"Kita contohkan sekarang, rata-rata 35-40 tahun kita coba pakai 50 tahun. Yang tadinya Rp1.320 per km jadi Rp1.000 dengan memperpanjang masa konsesi. Kita coba tambah lagi. Paling maksimum 50 tahun," imbuhnya.
(Rani Hardjanti)