JAKARTA - PT Lippo Karawaci Tbk (LPKR) ternyata telah melakukan transaksi atas saham PT Mahkota Sentosa Utama, anak usahanya yang menggarap megaproyek Meikarta.
Dalam laporan keuangan Lippo Karawaci untuk periode Juni 2018 terungkap, jika perseroan telah mencatatkan keuntungan pencatatan investasi pada entitas asosiasi dengan nilai wajar senilai Rp2,36 triliun.
Dalam penjelasannya, Lippo menjelaskan, akun ini merupakan selisih antara nilai investasi pada entitas anak sebelum hilangnya pengendalian dengan bagian investasi yang diukur nilai wajarnya pada saat hilangnya pengendalian pada PT Mahkota Sentosa Utama.
Di mana, tercatat laba atas hilangnya pengendalian pada entitas anak ini sebesar Rp2,36 triliun.
Baca Juga: OJK: Kredit Apartemen Meikarta Tembus Rp8 Triliun dari 12 Bank
"Nilai wajar investasi pada PT Mahkota Sentosa Utama saat hilangnya pengendalian dihitung berdasarkan berdasarkan Laporan Penilaian Independen oleh Kantor Jasa Penilai Publik Firman Suryantoro Sugeng, Suzy, Hartomo & Rekan pada tanggal 4 Oktober 2018, penilai independen," tulis laporan tersebut.
Dengan demikian, Lippo telah melakukan transaksi yang menyebabkan pihaknya kehilangan pengendalian atas Mahkota Sentosa Utama (MSU).
Dalam penjelasannya, perseroan memaparkan skema transaksi ini, derdasarkan Akta Notaris No.13, tanggal 11 Mei 2018, Peak Asia Investments Pte Ltd yang merupakan anak usaha perseroan, melepas kepemilikan 14.000 saham di PT Mahkota Sentosa Utama (MSU) kepada Mas Agoes Ismail Ning dengan harga pengalihan sebesar Rp14.
Perusahaan melepas seluruh kepemilikan saham di PEAK kepada Hasdeen Holdings Limited sebagai pihak ketiga, dengan harga pengalihan sebesar 1 dolar Singapura.
Atas pelepasan saham tersebut, selisih nilai transaksi pengalihan saham dan bagian investasi di PEAK dan MSU yang dialihkan sebesar Rp119.201 dicatat sebagai selisih transaksi pihak nonpengendali.
Selanjutnya, MSU menerbitkan 14.000 saham baru yang diambil oleh PEAK dengan harga Rp4.050.000. Sebagai akibat dari peningkatan modal pada MSU dan pelepasan seluruh kepemilikan saham PEAK, Perusahaan kehilangan pengendalian atas MSU. Atas hilangnya pengendalian atas MSU, selisih transaksi pihak nonpengendali sebesar Rp119.201 direklasifikasi pada laba rugi.
"Kemudian, sisa investasi pada MSU sebesar 49,72% diakui sebagai investasi pada entitas asosiasi yang diukur pada nilai wajarnya. Selisih investasi pada MSU sebelum dan setelah diukur kembali pada nilai wajarnya sebesar Rp2.357.794 dicatat pada laba rugi," jelas dia.
Baca Juga: Kasus Suap Meikarta, Sofyan Djalil: Lahan Sesuai Tata Ruang 84 Ha
Laporan Keuangan Lippo Karawaci: Dari Negatif Jadi Positif
Adanya pos keuntungan pencatatan investasi pada entitas asosiasi dengan nilai wajar senilai Rp2,36 triliun ini yang membalik kondisi laporan keuangan perseroan, dari negatif jadi positif.
Selama enam bulan pertama 2018, pendapatan yang dikumpulkan perseroan adalah Rp5,56 triliun, sementara pada periode yang sama tahun sebelumnya adalah Rp4,9 triliun.
Tapi, pendapatan ini tergerus oleh tingginya beban yang dicatatkannya. Yakni, beban usaha yang naik menjadi Rp1,82 triliun dari sebelumnya Rp1,52 triliun.
Kondisi ini diperparah dengan melonjaknya beban lainnya, yang naik sampai 304,3% menjadi Rp752,3 miliar pada akhir Juni 2018 dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp186,38 triliun.
Alhasil, laba usaha LPKR anjlok sampai 74,3% menjadi Rp176,34 miliar pada semester I-2018 dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya Rp684,22 miliar.
Tetapi, adanya transaksi saham perusahaan penggarap proyek Meikarta sebesar Rp2,36 triliun membalik kondisi keuangan LPKR yang awalnya negatif menjadi positif.
Di mana laba periode berjalan yang dicatatkan akhirnya tercatat Rp2,67 triliun pada akhir Juni 2018. Naik 259,5% dari periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp743,19 miliar.
(Kurniasih Miftakhul Jannah)