Dijelaskannya, kendala di daerah itu terjadi lantaran adanya kebijakan pusat yang tak bisa dipraktekkan dengan kebijakan di daerah. Dicontohkannya seperti yang terjadi pada kasus blok Mahakam, dimana eksplorasi belum terlaksana akibat rumitnya regulasi di daerah.
"Banyak sekali kebijakan pusat itu bagus, tapi di daerah tak bisa berjalan karena raja-raja (Kepala daerah) di daerah ini sangat luar biasa (aturannya), misalnya di Sumatera, Sulawesi, investasinya tak bisa maksimal. Misalnya blok-blok migas seperti di blok Mahakam," ungkap Mashuri.
Lalu kendala kedua adalah sinkronisasi kebijakan, dia mencontohkan bahwa regulasi percepatan yang ditetapkan pemerintah pusat tak bisa berjalan di daerah, karena tak sinkron dengan aturan di masing-masing daerah.
"Misalnya kebijakan sudah dikeluarkan oleh Kementerian ESDM, tapi di daerah dengan alasan mungkin ingin menambah pendapatan daerah, lalu dia (kepala daerah) membuat Perda-Perda yang kontra produktif, menghambat investasi secara nasional. Ini yang jadi hambatan," paparnya.