E-Commerce dan Pinjaman Online Paling Banyak Diadukan dalam 3 Tahun Terakhir

Giri Hartomo, Jurnalis
Jum'at 25 Januari 2019 14:06 WIB
Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi (Foto: Okezone)
Share :

JAKARTA - Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) mencatat banyak sekali aduan masyarakat terkait digital ekonomi. Selama tiga tahun terakhir, digital ekonomi menduduki peringkat pertama daftar aduan masyarakat.

Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi mengatakan, pengaduannya masyarakat terkait digital ekonomi berkisar 16-20% selama tiga tahun terakhir. Pengaduan tersebut berupa transaksi produk e-commerce dan pinjaman online.

"Tren pengaduan digital economy pemerintah jangan hanya mendewa dewakan dampak positif digital economy tapi perlindungan konsumennya masih sangat lemah," ujarnya dalam acara konferensi pers kawasan Pancoran, Jakarta, Jumat (25/1/2019).

Baca Juga: Ingin Sukses pada 2019? Menangkan Digital dan Leisure Economy

Menurut Tulus, fenomena ekonomi digital, pada titik tertentu merupakan wujud perubahan ekonomi atau sebuah fenomena yang tak bisa dihindari. Ini mempunyai lompatan positif untuk peradaban manusia secara keseluruhan, dan pada sisi mikro membuat aktivitas kehidupan manusia semakin mudah, murah, dan cepat.

Namun, ironisnya, pada konteks perlindungan konsumen, negara belum terlalu hadir. Negara tampak terbius dengan pertumbuhan ekonomi digital, tetapi terlena dengan aspek perlindungan konsumen, yang jelas-jelas merupakan entitas utama dalam ekonomi digital ini.

"Kita mendesak pemerintah khususnya Kemendag sahkan ini dan juga OJK agar lebih koperatif dengan konsumen karena saya lihat OJK lebih koperatif dengan pelaku usahanya," jelasnya.

Menurut Tulus, ada beberapa faktor mengapa belanja online masih menjadi kasus pengaduan terbanyak. Hal pertama adalah masih rendahnya literasi digital konsumen.

Padahal, transaksi ekonomi digital mensyaratkan literasi yang tinggi pada konsumen. Yakni kemampuan konsumen yang handal terkait sisi teknologi digital, dan atau kemampuan membaca berbagai persyaratan teknis sebelum transaksi dilakukan.

Tulus menambahkan, banyak laporan dikarenakan masih lemahnya pengawasan oleh pemerintah. Manakala nilai transaksi meningkat, tetapi pengawasan yang dilakukan pemerintah masih sangat lemah.

Baca Juga: Digital Payment Dorong Penjualan Ritel Naik 10% Sepanjang 2018

Untuk pinjaman online, OJK nampak masih gagap, baik dalam membuat regulasi, pengawasan dan atau sanksinya. Pelaku pinjaman online yang terdaftar di OJK hanya 72 saja, tetapi di lapangan yang beroperasi mencapai lebih dari 350-an.

Padahal mereka adalah ilegal, OJK bisa langsung bersinergi dengan Satgas Waspada Investasi dan Kementerian Kominfo, untuk langsung memblokir pinjaman online yang ilegal tapi masih bergentayangan. Demikian juga dalam hal belanja online, e-commerse.

"Ini kita mendesak Presiden dan Kementerian teknis sahkan PP tentang belanja elektronik dan kita minta pelaku usaha punya itikad baik kepada konsumen," jelasnya.

Halaman:
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita Finance lainnya