E-Commerce dan Pinjaman Online Paling Banyak Diadukan dalam 3 Tahun Terakhir

Giri Hartomo, Jurnalis
Jum'at 25 Januari 2019 14:06 WIB
Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi (Foto: Okezone)
Share :

Pelanggaran hak konsumen yang tak kalah sadisnya adalah sektor tinansial teknologi, dengan Peer to Peer Landing, alias pinjaman online. Level keluhan pinjaman online bukan sekadar gangguan kenyaman saja, tapi sudah menembus ancaman keamanan dan keselamatan konsumen, dan berpotensi melanggar HAM konsumen.

Dengan beberapa persoalan tersebut, maka seharusnya ada upaya sistematis dan komprehensif untuk meningkatkan literasi digital masyarakat konsumen sebagai pengguna produk digital ekonomi. Pemerintah dan pelaku usaha punya tanggung jawab untuk meningkatkan literasi digital masyarakat konsumen, melalui edukasi masif.

Tanpa ada peningkatan literasi digital masyarakat maka potensi masyarakat menjadi korban semakin besar. Baik karena ada penyalahgunaan data pribadi dan atau korban material lain yang dialami konsumen, seperti penipuan dan atau korban dari sisi pelayanan.

Berikutnya mendesak pemerintah untuk segera mensahkan RUU Perlindungan Data Pribadi dan RPP tentang Transaksi Perdagangan Melalui Sistem Elektronik. Sungguh ironis manakala antusiasme masyarakat dalam transaksi belanja elektronik dan artinya begitu besar potensi ekonominya, tetapi tidak ada regulasi yang memayungi konsumen, khususnya untuk perlindungan konsumen.

Hal ini mengakibatkan pelanggaran hak-hak konsumen kian besar dan lebar, salah satunya pelanggaran penyalahgunaan data pribadi. Regulasi yang ada, terutama UU No.8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, tak mampu mengcover dan perlindungan dan permasalahan transaksi belanja elektronik.

Oleh karena itu, keberadaan RUU Perlindungan Data Pribadi dan atau RPP dimaksud sangat mendesak untuk segera disahkan menjadi UU dan PP. Pemerintah jangan melakukan pembiaran terhadap pelanggaran hak-hak konsumen saat melakukan transaksi, baik saat belanja elektronik, transportasi online, dan jasa-jasa lainnya.

"OJK lebih koperatif dengan konsumen karena saya lihat OJK lebih koperatif dengan pelaku usahanya," ucapnya.

Tulus menambahkan, hanya sektor transportasi online dan finansial teknologi (fmtek) yang regulasinya lumayan bagus, walau dalam pengawasan masih kedodoran, alias memble. Terbukti pelanggaran hak konsumen taksi online. dan juga ojeg online, masih sangat masif. Berdasar survei YLKI (Sept 2016), 45 persen konsumen transportasi online pemah dikecewakan.

Bahkan kini terbukti, transportasi online tidak senyaman dan tidak seaman yang dibayangkan sebelumnya. Berbagai kriminalitas, termasuk pembunuhan, beberapa kali terjadi di angkutan online. Dan korban utamanya adalah konsumen. Di sisi yang lain, driver angkutan juga hanya menjadi korban eksploitasi para kapitalis yang bercokol di angkutan online.

(Feby Novalius)

Halaman:
Lihat Semua
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita Finance lainnya