JAKARTA - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan potensi kerugian negara sebesar Rp275,19 miliar akibat pemborosan pengelolaan subsidi/kewajiban pelayanan publik oleh di PT PLN (Persero). Temuan itu berdasarkan pemeriksaan pada Laporan Keuangan Bendahara Umum Negara (LKBUN) tahun 2018.
Mengutip laporan Ihktisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) BPK Semester I Tahun 2019, Selasa (17/9/2019), temuan pemborosan itu diantaranya terjadi pada specific fuel consumption (SFC) Pembangkit Listrik Tenaga Gas (PLTG) mobile power plant (MPP) Batam sebesar Rp198,69 miliar. Di mana dioperasikan dengan bahan bakar high speed diesel (HSD) lebih tinggi dibandingkan batas SFC Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) berbahan bakar minyak.
Baca juga: BPK Temukan Potensi Kerugian Rp25,43 Miliar dari Perjalanan Dinas
Kemudian dari PT Indonesia Power, anak usaha PLN, yang menanggung dampak take or pay (ToP) sebesar Rp36,97 miliar, atas jasa sewa compressed natural gas (CNG) pada Pembangkit Listrik Tambak Lorok. Sisanya, permasalahan pemborosan lain sebesar Rp39,53 miliar.
BPK menyebut, PLN kehilangan kesempatan melakukan penghematan karena pembayaran skema take or pay (ToP) menggunakan proyeksi faktor kesediaan dan klausul pembayaran dengan nilai kurs jual Dolar Amerika Serikat pada jual beli Iistrik Independent Power Producer (IPP) dan pembangkit sewa.
Baca juga: BPK Temukan 14.965 Masalah Senilai Rp10,35 Triliun di IHPS I-2019
Itu menghilangkan kesempatan PLN menghemat masing-masing sebesar Rp676,98 miliar (ekuivalen dengan 2.118.256.289,62 kWh) dan Rp 431,27 miliar (ekuivalen dengan 1.383.317.866,00 kWh) selama 2018.