JAKARTA - Kota New York dinilai sebagai salah satu tujuan wisata terpopuler di dunia, di mana bus-bus wisata khas New York dengan atap terbuka menawarkan pemandangan kota yang kerap muncul di layar kaca. Akan tetapi, jumlah wisatawan di kota itu anjlok dua pertiganya pada 2020 akibat pandemi dan kini industri bus wisata berada di ujung tanduk.
Charles Nolen dari perusahaan Big Bus Tour New York mengatakan, bisnisnya turun 100% karena penutupan wilayah. "Kami tutup antara Maret dan Juli 2020, dan sejak dibuka bulan Juli, penjualan tiket kami 90%-95% di bawah penjualan tahun 2019,” kata dia, Kamis (24/6/2021).
Perusahaan Big Bus Tour sebelumnya mempekerjakan 400 pegawai di kota New York, namun pada awal 2021 hanya tersisa 20 orang. Sekarang, wisatawan internasional yang menyumbang separuh pendapatan total perusahaan itu sangatlah jarang.
Edwin dari perusahaan agen pariwisata Top View Sightseeing menuturkan, sebelumnya, wisatawan asal Inggris berkunjung karena mereka suka dengan salju dan cuaca (di sini).
Baca Juga: Tarif Parkir Bakal Naik, Transportasi di Jakarta Sudah Layak?
"Tapi sekarang, mereka ataupun turis lainnya lain tidak ada yang berkunjung,” ujar dia
Perusahaan-perusahaan bus pariwisata kini menawarkan diskon dan mematuhi protokol keamanan terkait Covid-19. Untuk saat ini, sebagian besar wisatawan adalah turis lokal.
Keats, warga New York, salah satu yang berwisata di kota tempat tinggalnya menyebut dirinya ingin melihat-lihat kota ini dari perspektif berbeda, bukan sebagai pejalan kaki, tapi dengan berkeliling menumpang bus ini.
Baca Juga: Tarif Parkir di Jakarta Jadi Rp60 Ribu/Jam, BPKN: Kami Sangat Mendukung
"Kami melihat pemandangan kota yang berbeda, yang tidak pernah kami lihat sebelumnya, meski kami tinggal di sini,” ujarnya.
Paket bantuan Covid-19 dari pemerintahan terdahulu dan sekarang secara bersamaan ditujukan bagi bus-bus umum, bus sekolah dan moda penumpang lain, tapi tidak secara langsung membantu industri bus pariwisata.
Peter J. Pantuso dari Asosiasi Bus Amerika mengatakan, pihaknya tadinya berharap mendapat bantuan USD10 miliar, tapi hanya kebagian USD2 miliar yang harus dibagi ke tiga industri berbeda.
"Dan saat anggaran itu cair, kami berharap Departemen Perdagangan di Washington DC akan mendistribusikan dana itu secepatnya. Namun, sekarang sudah tiga bulan dan Departemen Perdagangan masih mencoba mencari cara menyalurkan dana itu ke tiga industri yang ada," pungkas dia.
Perwakilan industri bus pariwisata berharap situasi akan membaik seiring dengan semakin banyaknya orang yang divaksinasi dan cuaca yang semakin hangat. Tapi mungkin butuh waktu setahun atau lebih untuk memulihkan industri tersebut dari kerugian yang diderita selama pandemi.
(Dani Jumadil Akhir)