Dmitry Polevoy, kepala investasi di Astra Asset Management di Rusia, menyatakan bahwa banyak warga Rusia masih memilih memiliki mata uang asing dalam bentuk tunai untuk keperluan perjalanan internasional, kebutuhan impor skala kecil, serta tabungan domestik.
"Bagi individu, dolar masih merupakan mata uang yang dapat diandalkan," katanya kepada Reuters.
Bank sentral Rusia dan otoritas sanksi Amerika Serikat, Kantor Pengendalian Aset Asing (OFAC), tidak menanggapi permintaan komentar.
Pada 2022, Rusia menyebut mata uang dolar dan euro sebagai "racun" setelah AS dan Uni Eropa menghujani serangkaian sanksi dan memutuskan akses Moskow terhadap sistem keuangan global, yang menghambat transaksi dan perdagangan. Sekitar $300 miliar dari cadangan devisa Bank Rusia di Eropa berhasil dibekukan.
Seorang juru bicara Komisi Eropa menyatakan bahwa mereka tidak dapat memberikan komentar mengenai kasus-kasus penerapan sanksi secara spesifik. Namun, ia mengatakan bahwa Uni Eropa berkolaborasi dengan negara-negara ketiga apabila mereka mencurigai adanya upaya untuk menghindari sanksi.
Catatan bea cukai mencakup periode Maret 2022 hingga Desember 2023, dan Reuters tidak memiliki akses ke data yang lebih terbaru.
Dokumen tersebut menunjukkan adanya lonjakan impor uang dalam bentuk tunai sebelum invasi. Antara November 2021 dan Februari 2022, uang kertas dolar dan euro senilai $18,9 miliar masuk ke Rusia, dibandingkan dengan hanya $17 juta dalam empat bulan sebelumnya.
Daniel Pickard, Pemimpin Kelompok Praktik Perdagangan Internasional dan Keamanan Nasional di firma hukum AS Buchanan Ingersoll & Rooney, menyatakan bahwa lonjakan pengiriman sebelum invasi menunjukkan bahwa beberapa orang Rusia berusaha melindungi diri dari kemungkinan penerapan sanksi.