JAKARTA - Nilai tukar rupiah berpotensi berada di bawah Rp9.000 per dolar Amerika Serikat (AS). Hot money ditenggarai menjadi alasan penguatan mata uang rupiah ini.
Kepala Ekonom Bank Mandiri Mirza Aditya Swara mengatakan,nilai tukar rupiah terhadap dolar AS masih berpotensi menguat hingga penghujung tahun ini akibat derasnya capital inflow.
"Faktor positif buat penguatan rupiah adalah aliran modal jangka pendek yang masih masuk terus ke Asia, termasuk Indonesia," ujarnya di Jakarta.
Menurut Mirza, derasnya dana asing yang masuk ke Indonesia dipicu oleh pertumbuhan ekonomi dan suku bunga Indonesia yang lebih menarik dibandingkan di Amerika dan Eropa. Arus modal asing yang masuk ke dalam negeri hingga 27 Agustus 2010 mencapai Rp14,68 triliun.
Sementara itu, suku bunga acuan bank Indonesia (BI Rate) tetap pada level 6,5 persen. Kendati demikian, Mirza menilai, ada sentimen negatif yang bisa menahan laju penguatan rupiah, yaitu tren peningkatan impor.Tingginya impor menyebabkan neraca perdagangan bulanan mulai mengalami defisit.
Di lain pihak,BI tidak menginginkan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS terlalu kuat lantaran memberi imbas buruk terhadap ekspor.Ini membuat bank sentral harus melakukan intervensi dengan membeli dolar di pasar.
"Kemungkinan rupiah di akhir tahun berkisar di Rp8.850-9.150 per dolar AS," ujarnya.
Senada dengannya, Ekonom Senior Bank Negara Indonesia (BNI) Ryan Kiryanto menilai,rupiah hingga akhir tahun ini berpotensi berada di level Rp8.900 per dolar AS. Hal itu ditopang fundamental ekonomi Indonesia dan cadangan devisa Indonesia yang bagus.
Sementara dari luar negeri,pemulihan ekonomi Amerika yang cenderung lambat menyebabkan mata uang dolar AS tidak lagi menarik di mata investor. “Investor melirik mata uang Asia, termasuk Indonesia untuk berinvestasi. Bahkan, apresiasi rupiah merupakan yang paling tinggi dibanding beberapa mata uang Asia lainnya," paparnya.
Masuknya dana asing ke Indonesia melalui Surat Utang Negara (SUN), Sertifikat Bank Indonesia (SBI) maupun saham, menurut Ryan,akan mendorong rupiah terus menguat.Namun, BI harus melakukan intervensi. Sebab, bila rupiah terlalu tinggi (overvalued), maka produk ekspor Indonesia tidak kompetitif ketika berhadapan dengan produk China.
"Kalau rupiah terlalu kuat,ekspor akan tertekan.Karena itu,rupiah memang harus dijaga. Idealnya, posisi rupiah untuk jangka pendek di kisaran Rp9.000-9.300 per dolar AS," tuturnya.
Sebelumnya, pemerintah berkomitmen untuk menjaga nilai tukar rupiah pada level Rp9.000-9.200 per dolar hingga akhir tahun ini.
Selama periode 31 Desember 2009–27 Agustus 2010, rupiah mengalami apresiasi sebesar 4,13 persen dari Rp9.404 per dolar AS menjadi Rp9.016 per dolar AS.Pada penutupan perdagangan akhir pekan lalu, nilai tukar rupiah berada di level Rp9.010 per dolar AS.
(Widi Agustian)